Rabu, 13 November 2013

Irma di Dunia Kurcaci

Siang itu matahari cukup terik  hingga sinarnya menyilaukan mata, seorang anak perempuan berjalan melewati lorong-lorong antara rumah-rumah penduduk, sambil menghisap-hisap es lilin. Gadis cilik itu bernama Irma Ayu Pratiwi, yang biasa dipanggil Irma.
Dari salah satu rumah yang dilewati Irma, terdengar suara yang memanggil namanya. Karena merasa mendengar ada yang memanggil namanya, Irmapun menoleh dan mencari-cari arah datangnya suara itu dengan kedua bola matanya. Ternyata Cika yang memanggil Irma. Irmapun langsung menghampiri Cika.
“Kamu dari mana Irma?” tanya Cika.
“dari beli es di warung mbok Tyah, emm... enak sekali, segggeeerrrrrr...” jawab Irma menjelaskan, memuji-muji kelezatan es yang baru ia beli.
“Iya, pasti enak, apalagi disiang yang panas seperti ini” kata Cika membenarkan perkataannya Irma. Pandangan mata Cika  tak lepas dari Irma yang menghisap-hisap  ujung kantung plastik yang berisi es yang berwarna coklat itu. Tanpa disadarinya, ternyata Cika mengecap-ngecapkan lidahnya sambil sekali-sekali menelan ludahnya sendiri.
“Ya iyalah, kamu mau ? beli sendiri sana !” kata Irma dengan nada sedikit menyuruh.
“Tapi aku tak punya uang, uang pemberian ibu sudah aku masukan celengan semua.” Jelas Cika.
“Yaudah, nggak usah makan es kalau nggak punya uang untuk beli, weekkkk...” timpal Irma sambil menjulurkan lidahnya. Mengejek Cika.
Kemudian Irma melangkah pergi. Meninggalkan Cika dan pulang ke rumahnya.
Bagi Cika, itu adalah hal biasa. Cika adalah teman dekat Irma. Cika hafal sifat Irma. Pelit. Walaupun meminta sampai memohon dan  menangispun, Irma tidak akan memberikannya. Jadi Cika lebih memilih menyerah. Meskipun Cika ingin sekali, ia tidak akan pernah meminta pada Irma. Menurut Cika, meminta pada Irma adalah hal yang mustahil ia lakukan, karena hasilnya sudah pasti percuma. Irma tidak akan pernah memberinya.
Beberapa hari yang lalu, Irma mengajak Cika bermain boneka di rumahnya. Irma memiliki banyak bonek. Boneka Irma bermacam-macam. Mulai dari Barbbie sampai boneka hewan dan beberapa tokoh kartun yang sering muncul di televisi. Dari yang kecil sampai yang besar, bahkan hampir setinggi Irma.
Saat itu Irma hanya membolehkan Cika bermain dengan satu bonekanya. Boneka itu adalah boneka kelinci yang kecil, warnanya memudar dan agak kusam. Boneka itu adalah boneka pertama milik Irma. Irma sudah agak bosan dengan boneka itu, sehingga Ia mau meminjamkan boneka itu pada Cika.
Meski Irma pelit, tapi Cika mau berteman dengan Irma. Selain Cika, Irma tidak memiliki teman yang mau diajaknya bermain. Di sekolahnya pun Irma  dijauhi teman-temannya. Sifat Irma yang pelit, tidak membuat Cika juga pelit pada Irma. Karena sifat Cika yang baik, dia senang kalau bisa mebuat temannya gembira.
Siang ini ayah Irma pulang dari kantor membawa oleh-oleh. Ayah membeli roti.  Ayah berpesan pada Irma untuk membagi roti itu dengan kakaknya, nanti kalau kakaknya sudah pulang dari bermain.
“Kenapa hanya beli satu ayah?” tanya Irma.
“Di tokonya sudah habis. Hanya tinggal satu itu” jelas ayah.
“Tapikan ayah tau ini roti kesuakan Irma. Apa ayah tidak cari di toko lain?”
“Ayah sudah cari di semua toko yang ayah lewati dari kantor sampai rumah. Tapi tidak ada, hanya tinggal itu satu-satunya.”
“Ayah sudah cari di toko Harmoni?” tanya Irma penuh selidik. Ia tidak rela kalau harus membagi roti itu dengan kakaknya.
“Irma, jalan dari kantor sampai rumahkan tidak melewati toko Harmoni. Lagi pula, toko Harmoni kan jauh. Jaraknya kan hampir satu jam dari rumah.” Jelas ayah Irma dengan penuh kesabaran.
Irma meninggalkan ayahnya yang sedang duduk di depan teras rumah. Dengan  bibir yang dimoncongkan, Ia masuk ke rumah. Irma tidak ingin membagi roti itu dengan kakaknya. Oleh karena itu Irma berniat menyembunyikan roti itu, dan berpura-pura lupa menaruhnya. Irma terus berfikir, mencari tempat yang tidak mungkin dijangkau oleh kakaknya. Irma berputar-putar dalam rumah, memperhatikan setiap sudut, prabotan, sampai kolong lemari, tempat tidur, kursi dan meja.
Irma melangkah ke kamarnya, dapur, ruang makan, dan hampir aja ke kamar mandi. Tapi langkahnya terhenti dan menyadari bahwa ia tak mungkin menyembunyikan makanannya di kamar mandi. Irma masih terus mencari tempat yang aman untuk menyembunyikan roti itu. Akhirnya, Irma sampai di ruang tamu dan melihat meja antik peninggalan kakeknya di sudut ruangan.
Meja antik itu memiliki laci. Laci itu hampir tidak pernah digunakan maupun dibuka oleh keluarga Irma. Di laci itu juga masih tergantung kunci. Irma berniat menyembunyikan roti di laci itu dan menguncinya. Kunci laci itu akan dia ambil dan disimpan di bawah kasur tempat tidurnya. Irma yakin tidak akan ada yang curiga kalau kuncinya tidak ada. Selain Irma, mereka tidak akan menyadarinya. Keluarga Irma jarang memperhatikan meja itu.


  Irma membuka laci meja itu, kemudian meletakkan rotinya di sebalah vas bunga yang juga telah tersimpan disitu. Saat Irma berniat menutupya, ia melihat vas bunga itu bergetar. Irmapun penasaran dengan isi vas bunga itu. Ia berfikir sebentar, kemudian tangannya meraih vas bunga itu. Karena terasa berat jadi Irma tidak bisa mengangkatnya. Irmapun mendongkakkan tubuhnya, berusaha melihat apa isi vas itu. Tapi Irma  tidak melihat apa-apa. Kemudian Irma menyadari ada yang aneh pada tubuhnya. Rasanya seperti tersedot. Badanya terasa lentur sekali. Irma menutup matanya dan berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya perasaannya saja.
Tidak lama kemudian wujud Irma meghilang dari ruang tamu. Tidak ada yang tahu kejadian itu. Irma juga tidak menyadari hal itu.
Irma membuka mata. Irma benar-benar kaget. Ia tidak tahu dimana ia berada, tempat itu benar-benar asing bagi Irma. Di tempat itu, Irma juga melihat makhluk-makhluk kecil aneh di sekitarnya. Makhluk itu berwarna ungu. Wujudnya tidak seperti dia, dan ukurannya sangat kecil. Makhluk-makhluk kecil itu sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Mereka tidak menyadari kehadiran Irma.
Irma berfikir, pasti ia tadi tertidur, dan sekarang sedang bermimpi. Ia berharap segera terbangun dari tidurnya. Ia merasa mimpinya kali ini benar-benar aneh. Mimpinya terasa sangat nyata.
Irma teringat sesuatu, tapi ingatan itu hanya samar. Irma terus berusaha mengingatnya. Ia terus berusaha mengigat, Ia seperti pernah melihat makhluk kecil seperti itu. Tapi Irma tidak ingat dimana Ia melihatnya. Karena terlalu serius mengingat, Irma tidak menyadari bahwa mkhluk-mkhluk kecil itu sudah berada di sekelilingnya. Makhluk-makhluk kecil itu memperhatikan Irma, gerak-gerik Irma. Saat Irma masih berusaha mengingat ingatannya yang sedikit kabur itu, Ia mulai mendengar suara bisik-bisik.
Irma baru menyadari bahwa Ia telah dikelilingi oleh makhluk-makhluk kecil itu. Irma melihat mereka satu per satu. Irma takut. Irma tidak berani bertanya, meskipun sekarang ia sangat kebingungan. Irma semakin takut dan rasanya ingin menangis. Begitu banyak makhluk kecil yang mengelilinginya, dan bertambah banyak karena mereka datang dari berbagai arah.
Makhluk-makhluk kecil itu masih saling berbisik satu sama lain sambil memperhatikan Irma. Irma semakin ketakutan. Irma memejamkan matanya, berharap segera terbangun dari tidurnya. Tapi ternyata sia-sia. Setelah Ia membuka mata, Ia masih di tempat asing bersama makhluk-makhluk kecil itu.
Salah satu makhluk kecil itu memberanikan diri untuk bertanya.
“Hay makhluk raksasa kenapa kau berada di sini? Dari mana asalmu?” tanya makhluk itu dengan lantang.
Irma kebingungan, bagaimana Ia bisa menjawab pertanyaan itu. Irma sendiri tidak tahu kenapa ia bisa sampai di tempat itu. Irma semakin takut. Ia takut kalau diapa-apakan oleh makhluk-makhluk kecil itu. Irma menangis. Suara tangisnya semakin keras, dan sangat keras sekali. Hal itu membuat telinga makhluk-makhluk kecil itu sakit. Suaranya begitu menganggu.
Makhluk-makhluk kecil itupun menjauh dari Irma. Makhluk-makhluk kecil itu menggunakan tangannya untuk menutupi daun telinga mereka agar sedikit bisa mengurangi kerasnya suara tangis itu.
Salah satu makhluk kecil itu masih tinggal. Ia berusaha menghentikan tangis Irma. Ia membujuk Irma agar berhenti menangis.
“Sudahlah, berhentilah menangis. Kami tidak jahat. Jadi jangan takut.” Kata makhluk kecil itu dengan suara yang lembut dan meyejukkan hati Irma yang ketakutan.
Akhirnya Irma berhenti menangis. Irma memperhatikan makhluk kecil itu. Dengan masih sesenggukan Irma memberanikan diri bertanya.
“Kamu siapa? Dan kalian itu makhluk apa?”
“Aku? Aku Salma. Kami adalah kurcaci”
“Kurcaci?”
Irma mencoba mengingat sesuatu. Akhirnya ia teringat. Kurcaci adalah salah satu boneka miliknya.
“Apa kalian benar-benar nyata?” Tanya Irma masih dalam kebingungan.
“HA...HA..HA..HA..HA..., Kamu ini aneh sekali makhluk raksasa. Sudah ratusan ribu tahun para kurcaci hidup di sini. Sejak dulu leluhur kami juga tinggal di sini. Kenapa kamu bertanya seperti itu?”
“Apa? Tapi apa dunia kita sama? Apa kalian juga hidup di bumi? Apa ini bumi?” Tanya Irma sangat penasaran.
“Bumi? Apa itu bumi?” tanya kurcaci.
“Aku tinggal di bumi bersama Ibu, Ayah, kakak, dan Cika.”
“Apa kalian hanya tinggal berlima?”
“Tidak, ada banyak manusia di sana.”
“Manusia? Apa itu manusia?”
“Manusia..... ya, aku ini manusia.” Jelas Irma, ia juga sedikit bingung bagaimana harus menjelaskan.
Salma masih bingung dengan jawaban Irma. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa manusia adalah makhluk raksasa seperti Irma.
“Kenapa kamu berada di sini?” tanya Salma.
“Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja, saat aku memejamkan mata dan kemudia membuka mata, aku sudah berada di sini. Aku ingin pulang. Aku ingin bertemu Ayah, Ibu, Kakak, dan Cika.” Ia sesenggukan dan hampir menangis lagi.
“Sudah-sudah, jangan menangis lagi. Aku akan membantumu. Sekarang ayo ikut aku ke rumah Pako. Ia mungkin bisa membantumu menemukan jalan pulang ke bumi.” Bujuk Salma.
Irma berhenti sesenggukan. Ia mengikuti Slama ke rumah Pako. Pako adalah ilmuan di dunia kurcaci itu.
Dalam perjalanan ke rumah Pako, banyak kurcaci yang memperhatikan Irma. Irma hanya diam saja dan terus melangkah mengikuti Salma. Beberapa kali Salma berhenti dan berbicara pada kurcaci yang ada di jalan. 
  Tapi Irma tidak tahu apa yang Salma bicarakan dengan para kurcaci itu. Mereka hanya berbisik-bisik sehingga Irma tidak bisa mendengarnya. 
 Akhirnya mereka  sampai di rumah Pako. Irma benar-benar takjub. Di tempat itu banyak sekali buku-buku. Berrak-rak buku ada disana. Rak buku-buku itu menjulang tinggi hingga ke langit-langit rumah Pako. Bahkan ada tangganya juga.
“Apa ini perpustakaan?” Tanya Irma.
“Bukan, ini rumah Pako.” Jawab Salma sambil mencari-cari Pako.
Akhirnya Salma menemukan Pako. Ia berada di meja bacanya. Pako adalah kurcaci yang pintar. Ia telah menemukan banyak penemuan. Misalnya saja, pupuk yang bisa membuat tumbuhan tetap hidup dan tubuh walaupun tidak memiliki daun sehelaipun.

“Baiklah, aku akan membantu anak manusia ini. Tapi ada syaratnya. Ia harus melakukan hal yang bisa bisa membuatku yakin, kalau ia pantas aku beri bantuan.” Kata Pako menjawab permintaan Salma.
Pako tahu kalau di bumi ada manusia yang jahat dan baik. Karena itu ia tidak mau membantu sembarang manusia.
“Apa syaratnya?, apapun itu aku pasti akan melakukannya dengan baik dan benar.” Kata Irma meyakinkan Pako.
“Duduklah dulu, aku tidak ingin buru-buru mengatakan syaratnya.” Kata Pako
“Tapi aku ingin segera pulang, aku rindu ayah, ibu dan kakak” kata Irma.
“Jadi.. Apa aku harus memberi bantuan pada manusia yang tidak sabaran ini?” tanya Pako sambil memandang ke arah Salma.
Salma pun kebingungan mencari jawaban. Salma tahu sikap Irma salah. Itu akan membuat Pako semakin tidak ingin membantu Irma.
“Bukanya aku tidak sabaran, aku hanya ingin pulang, aku tidak ingin lama-lama di tempat yang asing ini.”  Kata Irma memberi alasan.
“Ahh, dari dulu sifat manusia memang tidak pernah berubah. Mungkin karena sifat burukmu itu, kamu sampai disini” Pako hanya menggumam.
“Apa ?” Irma kurang mendengan perkataan Pako.
“Sudahlah, bawa manusia ini pergi. Aku tidak ingin makhluk asing ini berlama-lama di rumahku.” Kata Pako yang kembali menatap ke arah Salma.
“Tapi hanya kamu yang bisa membantunya, Pako. Ku mohon bantulah manusia ini.” Salma memohon pada Pako.
“Kamu tidak perlu memohon-mohon seperti ini, dia sendiri yang membuatku tidak ingin membantunya. Jadi bawalah dia pergi.” Jelas Pako.
“Tapi ia ingin pulang, apa kamu benar-benar tega membiarkannya terus bersedih?”kata Salma.
“Kamu tidak perlu mencemaskannya, manusia ini bukan manusia yang pantas untuk di cemaskan. Kamu lihat, kamu memohon untuk ia. Tapi mannusia ini hanya diam saja.” Kata Pako.
“Mungkin, di bumi berbeda caranya dengan kita,” kata Salma mnecoba mencari alasan.
“Aku tahu tentang bumi dan ...”
“maaf” kata Irma tiba-tiba memotong perkataan  Pako.
Irma menunduk, Salma memperhatikan Pako. Pako menarik nafas panjang. Ia berusaha berfikir jernih. Menghilangkan emosi yang sejak tadi menyelimuti dirinya.
“Baiklah, apa kamu benar-benar ingin pulang ?” tanya Pako pada Irma.
“Iya” jawab Irma singkat. Ia takut salah bicara lagi.
“Kalau begitu, sadarilah kesalahnmu. Renungkanlah kesalahan-kesalahan, kelakuan buruk yang kamu lakukan pada sesamamu dan lingkunganmu saat kamu masih di bumi. Jika kamu benar-benar sadar apa salahmu, maka berjanjilah pada dirimu sendiri dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulanginya setelah kamu sampai di bumi. Karena bila janjimu tidak sungguh-sungguh, maka aku tidak menjamin kamu akan sampai di bumi. Kamu paham?” Kata Pako menjelaskan panjang lebar.
“iya,” jawab Irma.
“Setelah kamu menyadari, dan berjanji tidak akan mengulanginya, kembalilah ke rumah ini. Aku akan memberi tahu syarat berikutnya.” Jelas Pako.
“baik, tapi berapa lama waktu untukku melakukan semua hal tadi?”
“Aku tidak mebatasinya, kalau kamu memang orang yang baik, pasti kamu akan langsung tersadar dan bertaubat. Tapi tidak semua orang seperti itu. Ada yang bahkan berbulan-bulan tapi belum menyadari kesalahnnya.” Pako kembali menjelaskan tentang persyaratan yang Ia ajukan.
Irma dan Salma saling berpandangan. Kemudian menghela nafas pelan.
“Baiklah kalau begitu kami pamit, terimakasih ya karena kamu mau membantu manusia ini.” Kata Salma.
“terimakasih Pako” kata Irma.
“hemmm..., kalau ingin segera pulang, maka segeralah kesini. Lebih cepat kamu menyadarinya, lebih cepat pula kamu pulang ke rumahmu di bumi.” Kata Pako.
Kemudian Salma dan Irma melangkah keluar rumah Pako. Mereka berdua menuju rumah Salma. Di perjalanan Irma tidak bicara sedikitpun. Ia berusaha agar segera mengingat apa kesalahannya sehingga Ia ada di tempat itu. Tapi Irma belum menyadari kesalahannya juga.
“Itu rumahku” kata Salma, saat mereka sampai di pertigaan jalan dekat rumah kecil. Di depan rumah itu ada pagar. Di sana ada bermacam-macam tanaman bunga. Sepertinya Salma selalu merawat tanaman-tanaman itu, karena tanaman bunga itu tumbuh subur dan sangat rapi. Halaman rumah itu tidak terlalu luas, tapi bersih. Disebelah kanan rumah itu tumbuh pohon yang tinggi dan besar. Itu  yang membuat rumah Salma tampak sejuk.
“Masuklah, pasti kamu lelah, apa kamu lapar ?” kata Salma.
“baik, aku tidak lapar. Bagaimana ini, aku belum juga tahu apa salahku.”kata Salma kebingungan.
Di dalam rumah, Salma menasehati Irma. Salma meminta Irma untuk tenang terlebih dahulu.
“Cobalah berfikir dengan tenang, mungkin itu akan membantu. Pusatkan pikiranmu, apa yang sering kau lakukan pada teman-temanmu atau pada orang tuamu.” Kata Salma menasihati.
“Aku sudah mencobanya, tapi aku tetap tidak tahu, huuuh..”
“Ya sudah, sekarang kamu istirahatlah dulu, hari sudah malam. Tidurlah yang nyenyak agar pikiran kamu kembali segar. Semoga besok kamu akan menemukan jawabannya.” Kata Salma sambil membukakan tikar untuk tempat tidur Irma.
“Terimakasih Salma, kamu sudah banyak membantuku” kata Irma. Kemudian Irma berbaring.
“Itu tidak masalah, aku senang bisa, membantumu. Selamat tidur.” Kata Salma sambil beranjak ke empat tidurnya.
“Selamat tidur” kata Irma lirih.
Irma tidak bisa tidur. Selain tempat tidurnya yang tidak nyaman, ia juga masih berusaha berfikir keras. Irma ingin segera pulang, karena itu ia tidak mau membuang-buang waktunya dengan menggunakannya untuk tidur.
Irma mencoba mengingat kembali apa yang Iia lakukan sehingga Ia sampai di tempat ini. Ia teringat, saat tubuhnya terasa aneh dan ia menutup mata. Itu karena Ia memegang vas bunga di laci meja itu. Irma bingung, ia pernah melihat ibunya membersihkan vas bunga itu. Tapi tidak terjadi apa-apa dengan ibunya.  Kemudian ingatan Irma berubah pada perkataan Pako  yang mengatakan penyebab Ia sampai di tempat ini adalah sifat buruk yang Ia miliki.
Tak lama kemudian Ia mengingat lagi, alasan Ia membuka laci meja itu, yaitu menyembunyikan roti pembelian ayahnya. Dan kini Irma telah sadar. Itulah jawaban yang Ia cari sejak tadi. Sekarang Irma sadar. Ia adalah anak pelit. Irma senang karena telah menemukan jawabannya. Tapi kemudian wajah riang Irma berubah jadi ekspersi yang menyedihkan. Ia sadar ia telah keterlaluan, bahkan pada kakaknya sendiri yang selalu bersikap baik padanya. Ia juga teringat sikapnya pada Cika. Cika selalu mau bermain dengannya, tapi Ia bahkan hanya meminjamkan satu boneka yang sudah kusam pada Cika. Irma menjadi sadar, bahwa selama ini tidak ada teman yang mau bermain dengannya karena sikapnya yang pelit.
Banyak sekali ingatan-ingatan Irma yang bermunculan tentang kejadian diamana ia bersikap pelit. Irma semakin sedih. Akhirnya ia menangis, tapi hanya ditahan sehingga tidak bersuara. Ia menyesal.
“Seandainya saja aku tidak pelit, aku pasti aku tidak akan kesasar  sampai tempat ini. Pasti aku tidak kesepian seperti ini. Pasti aku sedang tidur nyenyak di kamarku. Andai saja aku tidak pelit, pasti aku  punya banyak teman, pasti aku bisa bermain dengan siapa saja, pasti teman-teman akan membantuku kalau aku kesulitan. Andai saja... . ya Tuhan, maafkan Irma. Irma janji Irma tidak akan pelit lagi. Irma janji Irma akan baik sama siapa aja. Ya Tuhan bantu Irma agar bisa pulang. Irma kangen sama ayah, ibu, dan kakak. Irma pengen minta maaf sama semuanya, ayah, ibu, kakak, Cika, dan semua teman-teman Irma.” Kata Irma dalam hati. Irma masih menangis. Kini Irma benar-benar sadar kesalahannya. Irma benar-benar bertaubat dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Hingga akhirnya Irma bisa tertidur. Kantuk yang luar biasa tidak bisa ia lawan lagi. Sekarang karena semua sudah jelas, Irma merasa lega. Irma tertidur pulas.
Keesokan paginya Salma membangunkan Irma yang masih tidur. Setelah membuka mata dan bisa melihat dengan jelas, Irma kaget. Irma lupa kalau tenyata Ia masih di dunia kurcaci. Tak lama kemudian Irma baru sadar kalau dia memang sedang berada di dunia kurcaci.
“Apa tidurmu nyenyak? Aku sudah siapkan sarapan, ayo makan.” Kata Salma.
“Iya, aku bisa tidur nyenak walaupun tidak dirumah. Terimakasih, kapan kita kerumah Pako lagi?”  kata Irma.
“Apa kamu sudah menemukan jawabannya?” tanya Salma.
“Sudah, aku sudah tahu. Selama ini di bumi aku selalu pelit pada siapa saja. Bahkan karena kepelitanku itu aku sampai di sini sekarang.” Kata Irma menjelaskan.
“Baiklah, kalau begitu, selesai makan kita ke rumah Pako.”
Setelah selesai makan, mereka berduapun berjalan menuju rumah Pako. Seperempat jam kemudian mereka sampai di rumah Pako. Ternyata Pako tidak ada di rumahnya. Kata tetangganya, Pako sedang ke toko membeli bahan untuk eksperimennya. Kemudian Irma dan Salma pergi ke toko yang telah di beritahukan oleh tetangga Pako. Ternyata mereka terlambat. Kata pemilik toko Pako sudah pergi, Ia ke pasar membeli tepung.
Selesai mengucapkan terimakasih kepada penjaga toko, Salma dan Irma menuju pasar. Perasaan Irma tak karuhan. Ia takut kalau Pako tidak mau membantunya.
“Kemarin sepertinya Pako marah padaku, apa dia mau membantuku?” tanya Irma pada Salma.
“Kamu tenang saja, pasti Pako mau membantumu. Kemarin kan dia sudah berjanji.” Kata Salma mencoba menenangkan kegundahan Irma.
“Tapi ... apa dia sekarang masih marah padaku?”
“Tidak, sebenarnya Pako bukan kurcaci yang suka marah. Dia hanya tidak suka pada hal yang tidak baik. Dia pasti akan membantumu. Nanti kalau kita menemuinya, bersikaplah ramah, sopan, menghargai dan jangan membuatnya buru-buru. Pako itu kurcaci yang baik dan suka membantu. Dia juga sering membantuku.” Kata Salma menjelaskan.
“Ooh, begitu ya.. kalau begitu aku tidak akan bersikap seperti kemarin lagi.” Kata Irma meyakinkan Salma.
Akhirnya mereka sampai di pasar. Setelah berkeliling bebarapa lama mereka belum juga menemukan Pako. Kurcaci-kurcaci itu masih merasa asing dengan Irma, walaupun kabar tentang kemunculan Irma telah tersebar di seluruh pelosok daerah itu. Di pasar, banyak yang memperhatikan Irma. Sekarang Irma tidak takut lagi. Ia tersenyum melihat para kurcaci itu memandangnya. Hal itu membuat para kurcaci juga membalas senyum Irma.
“Ternyata Pako sudang pulang. Ayo kita kembali ke rumah Pako” kata Salma memberi tahu Irma. Salma telah menanyakan pada penjual tepung dan beberapa kurcaci yang ada di pasar.
Irma mengangguk, sebenarnya Ia lelah. Tapi ia tetap tetap tersenyum dan menyembunyikan rasa lelahnya. Irma dan Salma kembali ke rumah Pako.
Ternyata Pako juga baru sampai di rumahnya. Ia baru saja meletakkan kantung tepungnya di teras depan rumahnya. Kemudian Pako menyambut kedatangan Salma dan Irma yang menuju rumahnya.
“Wah, pagi sekali kalian datang.” Kata Pako.
“Iya, Irma sudah menyelesaikan tugas yang kamu berikan kemarin.” Kata Salma menjelaskan, sementara Irma hanya tersenyum.
“Ooh, begitu rupanya, ya .. ya.. ya..” kata Pako sambil mengangguk-angguk. Pako melihat Irma. Sesaat kemudian pandangannya beralih ke arah karung yang tadi Ia letakkan.
“Apa aku bisa membantumu?” tanya Irma pada Pako.
“Emm, Tolong bantu aku, bawakan karung ini masuk. Letakkan di dapur. Lalu segeralah kesini.” Kata Pako.
“Dimana letak dapurmu?” tanya Irma.
“Masuk saja, pintu nomor 3 dari kiri itu dapurku.” Kata Pako.
Tanpa bicara apa-apa, Irma langsung mengangkat karung itu ke dapur. Karungnya tidak terlalu berat bagi Irma. Hal itu karena ukuran karung di dunia kurcaci ini kecil. Jadi Irma bisa mengangkatnya sendiri.
“Apa kalian sudah makan?” tanya Pako pada Salma.
“Sudah, kami berdua sudah makan, apa syarat yang akan kamu berikan padanya nanti berat?” tanya Salma.
“Emm, mungkin.” Kata Pako tidak yakin.
“Kumohon, jangan terlalu berat. Kasihan manusia itu. Sepertinya ia sudah benar-benar menyadari kesalahannya. Lagipula, selama bersamaku ia tidak membuat masalah.”
“Aaa.. baiklah, karena kamu yang memintaku, aku tidak akan memberikan syarat yang berat.”
Tidak lama kemudian Irma keluar. Salma dan Pako melihat ke arahnya. Itu membuat Irma kebingungan lagi. Irma takut kalau ia melakukan kesalahan lagi, dan Pako  tidak mau membantunya. Apalagi setelah Irma melihat ekspresi Salma yang tidak meyakinkan.     
“Apa kamu sudah merindukan bumi?” tanya Pako tiba-tiba pada Irma.
“Emm, iya. Lu lu lumayan.” Jawab Irma sedikit kagok.
“Kalau begitu langsung saja. Agar aku semakin yakin untuk membantumu, kamu harus memberikan 3 bantuan kepada warga kurcaci yang ada di sini. Karena kamu telah membantuku membawakan karung ke dapur, maka aku kurangi jadi 2 bantuan.” Kata Pako menjelaskan.
“Jadi aku harus menemukan 2 kurcaci yang kesulitan?” tanya Irma.
“Iya. Kelihatan mudahkan?, tapi jangan senang dulu, disini tidak mudah mencarinya.” Kata Pako.
“ooh, baiklah, kalau begitu aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukannya.” Kata Irma meyakinkan Pako.
“Satu lagi, dalam membantu, kamu harus punya sesuatu.” Kata Pako.
“Apa itu?” tanya Irma.
“Iklas, kamu harus iklas membantu. Meskipun itu akan merugikanmu, tapi kamu harus iklas dalam melakukannya. Kalau kamu tidak iklas, bisa saja kamu akan mendapatkan kesulitan dalam perjalanan pulang ke bumi.” Kata Pako menambah penjelasannya.
“Baiklah, aku pasti melakukannya.”
“Dan kamu harus melakukannya sendiri. Salma tidak akan membantumu. Dia akan berada di rumahku. Sebelum kamu melakukan persyaratan yang ku berikan kamu tidak boleh kembali kesini menemui Salma” kata Pako lagi.
“ohh, iya Pako.” Kata Irma menurut.
“Sekarang kamu boleh mulai. Kuharap kamu bisa kembali sebelum matahari tenggelam. Karena kalau itu terjadi, kamu pasti dalam kesulitan.” Kata Pako.
“baiklah, akan aku usahakan, sekarang aku pamit” kata Irma.
“Hati-hati ya Irma, semoga kamu beruntung.” kata Salma menyemangati Irma.
“Terimakasih Salma.”
Irma melangkah pergi. Pandangannya tertuju kesegala arah. Ia tidak tahu harus kemana, maka dari itu Irma hanya berjalan melalui jalanan yang ia tahu. Irma juga belum terlalu mengenal wilayah itu, jadi Ia takut tersesat. Dua jam lamanya Irma berjalan tapi belum juga menemukan kurcaci yang kesulitan. Irma lelah, Ia memutuskan untuk istirahat sebentar. Ia duduk di bawah pohon yang rindang. Ia mencoba berfikir. Bagaimana cara agar bisa menemukan kurcaci yang kesulitan.
Ia mengingat kejadian yang Ia lihat tadi. Setiap ada kurcaci yang kesulitan, pasti akan segera di bantu oleh Kurcaci yang lain. Berarti di sini mereka selalu tolong menolong. Benar kata Pako, tenyata tidak mudah menemukan dan membantu kurcaci yang sedang kesulitan. Setelah berfikir sejenak dan lelahnya hilang, Irma melanjutkan pencariannya. Ia berfikir untuk merubah daerah pencarian. Karena sejak tadi daerah yang ia lalui ramai, jadi banyak pula yang meberikan bantuan terhadap target Irma, yaitu kurcaci yang membutuhkan bantuan. Oleh karenanya Irma mencoba meneruskan pencariaannya di tempat yang sepi. Ia berjalan ke hutan. Irma masih ingat jalan yang Ia lalui pertama kali saat tiba di sini. Saat Salma mengantarnya ke rumah Pako, di jalan itu ada jalan yang menghubungkan ke jalan menuju hutan.
Ternyata benar. Hutan itu begitu sepi. Sebelum masuk ke dalam hutan, Irma masih berjumpa dengan satu dua kurcaci. Tapi setelah lebih dalam ke hutan ternyata benar-benar sepi dan sunyi. Hal  itu membuat Irma sedikit takut dan merinding. Irma mencoba mendengar dengan sungguh-sungguh, siapa tahu ada suara yang meminta pertolongan. Walaupun takut berada di dalalm hutan sendirian, Irma masih terus berusaha mencari suara minta pertolongan. Matahari sudah diatas kepala, tapi Irma belum juga menemukan satupun target. Ia benar-benar lelah keliling hutan. Apalagi tidak ada yang bisa ia temukan di sana. Semangatnya mulai turun. Irma menyerah dengan tempat itu, ia mau keluar hutan dan mencari di tempat lain.
Saat Irma membalikan badan, sepertinya ada suara samar-samar yang diterima daun telingannya. Awalnya Irma takut dan akan segera pergi. Tapi akhirnya Ia tetap memberanikan diri berada di sana dan mencoba mendengar dengan sungguh-sungguh.
“Sepertinnya itu suara minta pertolongan,... tapi.. apa benar itu suara minta tolong, suaranya tidak jelas, arah datangnya suarapun aku tidak tahu. Kira-kira suara apa ya..” kata Irma dalam hati.
Irma berputar untuk melihat sekelilingnya, dan mempertajam pendengarannya. Kini Ia yakin kalau ini pasti suara minta pertolongan, tapi Irma tidak tahu dari mana arah datangnya suara itu. Irma mengelilingi hutan lagi. Suaranya terkadang sangat pelan tapi terkadang juga begitu jelas. Sudah hampir satu jam Irma mengelilingi hutan, tapi Ia tak menemukannya, meskipun suara itu masih terus terdengar hingga ke telinga Irma.
Irma bingung, ia lelah, lapar dan haus. Tadi pagi di rumah Salma Ia hanya makan sedikit. Irma sudah tidak kuat. Ia kemudian duduk di bawah pohon besar dan rindang sambil memegangi perutnya yang keroncongan. Tiba-tiba suara itu  terdengar sangat jelas.
“Tolong... aku tidak bisa turun” suara itu benar-benar jelas.
Irma kaget. Ia jadi lupa lapar dan hausnya. Ia merasa sudah sangat dekat dengan targetnya. Tapi ia belum juga bisa melihat. Kemudian didengarkannya lagi suara itu.
“Ahh, pasti suara ini dari atas” kata Irma dalam hati.
Ternyata benar. Di atas pohon yang digunakan Irma istirahat, ada kurcaci yang meminta pertolongan. Kurcaci itu tidak bisa turun.
“Tenang kurcaci, aku akan membantumu turun.” Kata Irma pada kurcaci itu sambil melihat ke atas.
“Apa kau benar-benar akan membantuku...   makhluk asing?!” tanya kurcaci sedikit ragu pada Irma.
“Aku manusia baik, aku akan membantumu. Aku teman Salma. Kamu kenal dia kan?” tanya Irma, ia mencoba meyakinkan kurcaci itu agar percaya padanya dan mau ditolong.
Irma berusaha memanjat pohon itu, tapi berkali-kali ia coba, berkali-kali pula ia gagal. Irma tetap tidak menyerah. Ia berfikir sejenak dan menemukan akal.
“Kurcaci, tunggu sebentar ya, aku akan mencari tali. Aku tidak akan lama.” Kata Irma.
Irma mencari tali. Ia hanya menemukan akar pepohonan yang tumbuh di hutan itu. Jadi Ia menggunakannya. Akar-akar itu Ia sambung dan jadilah tali yang panjang. Setelah itu ia kembali ke pohon tadi.
“Aku akan melemparkan ujung tali ini, kamu tangkap ya” kata Irma.
“Baik. Aku akan menangkapnya.” Kata kurcaci itu.
“Tetaplah memegang pohon.” Kata Irma memberi intruksi.
Berkali-kali Irma melemparkan ujung tali itu, tapi tak pernah bisa di tangkap kurcaci. Irma terus berusaha dan tidak menyerah. Karena terlalu semangat ia sampai lupa rasa lelahnya. Setelah memerlukan waktu agak lama akhirnya ujung tali itu bisa ditangkap oleh kurcaci.
“Ikatkan ujung tali itu pada perutmu, aku akan menahannya agar kamu bisa turun perlahan. Ikatlah dengan kencang agar kamu tidak terjatuh.” Kata Irma memberi intruksi lagi.
“Baik” kata Kurcaci menyetujui.
Kurcaci itu mengikatkan ujung tali pada perutnya. Ia mengikat dengan kencang sesuai perintah dari Irma.
“Aku sudah mengikatnya dengan kuat.” Kata kircaci.
Dengan perlahan kurcaci itu bisa turun. Tapi sebelum sampai di tanah, tiba-tiba talinya putus. Kurcaci berteriak. Dengan secepat kilat, Irma mencoba menangkap tubuh kurcaci itu. Akhirnya tubuh kurcaci itu bisa mendarat dengan empuk di kedua tangannya Irma.
“Terimakasih... ma  manusia. Tanpa bantuanmu aku aku tidak tahu sampai kapan aku akan berada di atas sana.” Kata kurcaci, yang awalnya ragu.

“Ahh, itu sudah kewajibanku, untuk membantu yang kesulitan. Tapi kenapa kamu bisa berada di atas sana?” tanya Irma penasaran.

“Aku sedang mencari biji pohon itu. Bijinya sekarang sudah sangat langka. Bahkan di toko-toko dan di pasar pun tidak ada yang menjualnya. Jadi aku memutuskan untuk mencari sendiri. Aku kira bisa turun sendiri, tapi ternyata tak semudah naiknya. Aku malah tidak bisa turun.” Kata kurcaci menjelaskan.
“Apa kau mendapatkanya?. Memangnya untuk apa biji pohon ini?” tanya Irma yang masih terus saja penasaran.
“Iya. Aku mendapatkanya. Ini untuk mengobati penyakit dalam. Penyakit ini juga sangat langka, jadi tidak banyak yang mencari obat ini. Apalagi cara mencarinya juga susah. Itulah sebabnya tidak dijual di toko mamupun pasar.”
“Ohh, siapa yang sakit?”
“Saudaraku” kata Kurcaci lirih.
“Semoga saudaramu cepat sembuh ya.. apa kamu kuat berjalan pulang, sepertinya sudah terlalu lama kamu berada di atas pohon, apa kakimu sakit?” kata Irma.
“Terimakasih, aku masih bisa berjalan pulang, kakiku tidak apa-apa. Hanya suaraku yang sedikit serak, karena dari tadi berteriak-teriak, sekali lagi terimakasih manusia. Kamu begitu baik.” Kata Kurcaci memuji Irma.
“Ahh, aku jadi tidak enak kalau kamu terus lakukan itu. Sebenarnya bukan aku yang membantumu, tapi kamu yang membantuku. Karna ini syarat yang di berikan Pako padaku. Terimakasih kurcaci. Namamu siapa? ” Kata Irma.
“Apa maksudmu ? Namaku Olle,”
“Aku Irma, senang bisa bekenalan denganmu. Ah, tapi maaf lain kali saja kamu tanyakan pada Salma atau Pako. Sekarang sudah hampir sore, karena itu aku harus pergi. Aku harus meneyelesaikan tugasku. Aku harus kembali kerumah Pako sebelum hari gelap. Sekali lagi terimakasih dan semoga saudaramu segera sembuh.” Kata Irma.
“Baiklah kalau begitu. Semoga tugasmu bisa segera terselesaikan.”
Mereka berpisah. Kurcaci berjalan keluar hutan, menuju rumahnya. Sedangkan Irma, ia masih terus menelusuri hutan. Mencari target selanjutnya. Tak berapa lama menelusuri hutan, Irma menemukan sungai.
Airnya begitu bening. Sangat berbeda dengan sungai yang ada di dekat rumah Irma yang kotor, banyak sampah, dan berbau busuk. Sungai di sini sama sekali tidak ada sampahnya. Benar-benar pemandangan yang begitu asri bagi Irma.
Karena hausnya datang lagi, Irma berniat meminum air sungai itu. Tapi ia ragu. Irma menggunakan kedua telapak tangannya untuk mengambil air itu. Ia mencium baunya. Tapi tidak tercium bau apapun. Ia menjilat air itu. Ternyata rasanya tawar. Akhirnya Irma yakin. Ia pun meminum air itu. Rasanya lebih segar dari air yang ada di lemari es mililknya di rumah.
Setelah puas minum air, dan hausnya hilang, Irma melanjutkan pencariannya. Kali ini ia mengikuti aliran sungai itu. Ternyata air yang ia minum tadi juga membuatnya kenyang. Kini perutnya sudah tidak keroncongan lagi.
Tak jauh dari situ Irma melihat kurcaci di seberang sungai sedang bersedih. Irma penasaran ada apa gerangan yang membuat kurcaci itu bersedih.
“Hay, kurcaci kenapa kau bersedih?” tanya Irma sedikit berteriak agar kurcaci itu mendengar.
Kurcaci itu kaget. Ia tak menyangka kalau ada manusia di situ. Kurcaci itu menjadi sedikit ketakutan. Mengetahui reaksi kurcaci yang malah menjadi takut, Irma mencoba menenangkan dan meyakinkannya.
“Jangan takut kurcaci, aku manusia baik, namaku Irma, aku teman Salma.”
Kurcaci itu belum percaya dengan perkataan Irma. Ia masih merasa takut.
“Aku tidak akan menyakitimu, aku berjanji, sungguh.” Kata Irma, masih mencoba meyakinkan kurcaci.
“Kenapa kau berada di sini?” tanya Kurcaci.
Irma menceritakan semuanya, dari keinginanya pulang, syarat yang diberikan Pako agar mau membantunya, hingga kesimpulannya untuk mencari kurcaci yang membutuhkan bantuan di tempat yang sepi.
Akhirnya Kurcaci percaya pada Irma, sehingga dia tidak takut lagi. Kurcaci itu pun menceritakan kejadian yang membuatnya bersedih. Ternyata Kurcaci itu terpleset saat sedang mencari ganggang di tepi sungai. Yang membuatnya sedih bukan itu, tapi tasnya yang terjatuh ke dalam sungai. Tasnya bergerak mengikuti arus sungai dan kini tersangkut di batang pohon yang berada di tengah-tengah sungai itu. Kini ia tidak bisa mengambilnya. Ia telah mencoba mengambil dengan menggunakan ranting pohon, tapi tidak sampai karena terlalu jauh. Tasnya itu sangat berharga. Karena tas itu peninggalan satu-satunya almarhum neneknya.
Irma bersedia membantu kurcaci itu. Untungnya Irma bisa berenang, sehingga Ia segera masuk ke sungai dan berenang mengambil tas kurcaci. Tapi tak semudah dugaan Irma, ternyata setelah masuk ke dalam sungai itu, Ia baru menyadari bahwa arusnya lumayan deras. Dengan susah payah Irma berusaha mencapai tas itu. Arusnya yang deras membuat Irma kehilangan banyak tenaga. Tapi Irma tak menyerah, ia terus berusaha.
Alhasil, setelah perjuangan yang cukup berat, Irma sampai di batang pohon itu. Irma langsung menarik tas itu, tapi tidak bisa. Ternyata tasnya tersangkut dan sulit dilepas. Irma berpegangan pada batang pohon agar tidak terbawa arus sungai. Irma memperhatikan dengan teliti antara tas dan rumput yang tumbuh di batang pohon itu. Lilitan rumput itu begitu rumit sehingga sulit dilepaskan. Jika ditarik dengan paksa maka tas itu akan rusak. Karena itu Irma dengan sabar melepaskan lilitan rumput itu. Kadang karena salah melepas rumput itu, lilitannya semakin rumit. Semakin susah dilepaskan. Seperti benang yang ruwet.
 Hari yang semakin sore membuat suhu air sungai semakin dingin. Tapi Irma tetap berjuang untuk mengambil tas itu.
Di seberang sungai Kurcaci hanya bisa harap-harap cemas. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hatinya Ia berdoa agar Irma bisa segera membawa tasnya naik. Ia tahu, hari yang semakin sore akan membuat air sungai semakin dingin, Ia khawatir kalau Irma jadi sakit karenanya. Selain itu, hari juga akan semakin gelap, Ia takut tersesat karena Ia juga tidak membawa alat penerangan.
Akhirnya, dengan kesabaran yang luar biasa, Irma bisa melepaskan lilitan rumput liar itu pada tas kurcaci. Irma segera menyeberang menuju tempat kurcaci berdiri. Ini ternyata lebih susah dari saat menyeberang untuk mencapai batang pohon. Arusnya lebih deras. Tapi Irma memiliki tekat yang kuat dan usaha yang hebat, sehingga ia bisa sampai tanpa terbawa arus.
Kurcaci, meraih tangan Irma dan berusaha menariknya. Walaupun sangat berat bagi kurcaci, karena tubuh Irma berkali-kali lebih besar dari tubuhnya.
“Terimakasih Irma, terimakasih sekali, ternyata benar kamu memang baik.” Kata kurcaci sambali memuji-muji Irma.
“Ahh, aku tidak pantas dipuji, aku hanya melakukan apa yang seharusnya ku lakukan.” Kata Irma rendah hati.
“Apa kau kedinginan?, ahh.. aku tidak membawa selimut. Maafkan aku telah membuatmu basah kuyup seperti ini.”
“Tidak apa-apa kurcaci. Sebaiknya sekarang kita segera pulang, karena hari sudah sore dan hari hampir gelap.”
Mereka berdua segera berjalan pulang. Irma sebenarnya kedinginan dan sangat lelah. Tapi ia tetap tabah dan tidak mengeluh. Beberapa saat kemuadian mereka bisa keluar hutan dan  sampai di daerah pemukiman kurcaci.
“hhhaaa... chiii !!!” Irma bersin.
“Kamu sakit?, bagaimana jika aku membuatkanmu obat?” kata Kurcaci menawarkan bantuan.
“Tidak terimakasih, aku harus segera sampai di rumah Pako sebelum hari gelap.”
“Oh, kalau begitu semoga kamu cepat sembuh. Arah rumahku dan Pako berlawanan. Kalau besok belum sembuh, mampirlah ke rumahku, Salma tahu rumahku. Aku Venda.” Kata kurcaci.
“Terimakasih Venda. Semoga aku bisa cepat sembuh. Emm, tapi kalalu mau ke rumah Pako aku harus lewat mana ya? Aku sedikit bingung dengan jalan ini.”
“Kamu lurus saja ke sana. Belok ke kiri pada belokan ke tiga, kemudian kekanan pada perempatan ke dua. Apa perlu aku antar?”
“Tidak terimakasih, aku bisa sendiri. Selamat tinggal Venda.”
“Selamat tinggal Irma. Hati-hati di jalan.”
“Iya” kata Irma.
Mereka berpisah sambil melambaikan tangan dan senyum yang menghias wajah mereka. Senyum yang tulus.
Irma berjalan menuju rumah Pako. Hari benar-benar hampir gelap. Irma mempercepat langkahnya. Ia tidak ingin terlambat sampai di rumah Pako.
Sesaat Irma kebingungan. Ia sepertinya sudah berjalan sesuai dengan arahan  yang di berikan Venda. Tapi Ia tidak menjumpai rumah Pako. Irma mengingat-ingat kembali arahan Venda. Sulit bagi Irma berfikir jernih. Irma kedinginan, tubuhnya mulai menggigil, dan kepalanya pusing. Selain itu, Ia juga cemas karena hari semakin gelap. Irma mencoba tenang. Ia tetap tidak bisa menemukan rumah Pako. Akhirnya Irma bertanya pada kurcaci yang rupanya juga baru pulang dari suatu tempat.
“Permisi, maaf, boleh aku bertanya?” tanya Irma.
Kurcaci itu memperhatikan Irma. Sejenak Ia diam. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Ohh, Irma ? dari mana kamu? Kenapa kamu basah kuyup begini?” tanya kurcaci itu.
“Dari sungai. ini... tadi ada sedikit kejadian. Apa boleh aku bertanya?” tanya Irma memastikan.
“Iya, kenapa tidak, silahkan saja. Apa yang ingin kamu tanyakan? Aku senang bisa membantumu.” tanya kurcaci itu.
“Aku mau ke ruma Pako, tapi aku lupa jalan menuju rumahnya, bisa kau beritahu aku?”
“Ooh, iya. Bukankah kamu harus sampai di rumah Pako sebelum hari gelap. Ayo aku antarkan.” Kata kurcaci itu memberi tawarkan.
“Terimakasih, tapi kenapa kamu bisa tahu?” tanya Irma penasaran.
Mereka berdua berjalan menuju rumah Pako. Ternyata kurcaci itu adalah kurcaci yang ditolong Irma di hutan. Awalnya Irma benar-benar tdak tahu kalau itu adalah dia. Dalam perjalanan mereka salaing tukar cerita.
Tanpa terasa mereka sampai di depan rumah Pako, ternyata sudah ada Salma yang menunggu. Salma begitu khawatir kalau Irma tersesat dan tidak bisa pulang. Atau Irma tidak bisa menyelesaikan syarat yang di berikan Pako.
“Irma,... akhirnya kamu sampai juga.” Kata Salma menyambut Irma.
“Ini karena Olle, terimakasih ya sudah mengantarku.” Kata Salma pada kurcaci itu.
“Ahh, itu sudah kewajibanku, untuk membantu yang kesulitan.” Kata kurcaci itu mengembalikan kata-kata Irma tadi siang. Sambil sedikit bercanda.
Mereka berdua tersenyum. Salma tidak paham dengan keadaan ini, tapi kemudian Ia ikut tersenyum. Tak berapa lama kemudia Pako keluar dari rumahnya. Ia mempersilahkan mereka masuk.
“Kenapa kamu bisa basah kuyup begini? Badanmu juga demam. Aku ambilkan obat ya?” tanya Salma kebingungan.
“Terimaksih Salma. Tapi aku tidak apa-apa, sebentar lagi juga kering.” “haa.... chi !” kata Irma yang kemudian bersin.
“Pakailah ini untuk menghangatkan tubuhmu.” Kata Pako sambil memberikan selimut tebal dan berbulu lembut pada Irma.
“Terimakasih” kata Irma sambil menerima selimut itu.
Pako mengajak mereka ke ruang bacanya. Pako membuka buku yang sudah ada di meja bacanya. Tampaknya Pako sudah mempersiapkannya sejak tadi. Bukunya berbeda dengan buku-buku Pako yang lain. Yang ini ukurannya lebih besar dan sangat tebal. Dari rupanya, terlihat bahwa umur buku ini sudah sangat tua.
“Mendekatlah ke sini Irma. Saat aku membaca mantra, dan gambar telapak tangan ini berubah menjadi biru, letakkan tanganmu di sini.” Kata Pako memberikan penjelasan.
Irma mendekat. Ia berusaha memahami perkataan Pako.
“Saat itu, kamu harus memusatkan pikiran dan jangan ada perasaan ragu.” Kata Pako menambahkan penjelasannya.
“Kamu sudah siap?” tanya Pako melanjutkan.
“Sekarang?” kata Irma sedikit tidak percaya.
“Iya sekarang, bukankah kamu sudah merindukan keluargamu?.” Pako menegaskan.
“Tapi,... kenapa kamu tidak menanyakan persyaratan yang kamu berikan padaku? Apa kamu percaya padaku?” tanya Irma bingung.
“Bukan aku yang percaya padamu. Tapi kamu yang percaya padaku.” Kata Pako singkat.
“Maksudnya?” Irma masih belum paham.
“Bukankah sudah aku katakan, kalau kamu melakukan apa yang aku persyaratkan sesuai yang ku minta, maka aku menjamin kamu bisa kembali dengan selamat. Dan juga sebaliknya. Jadi jika kamu percaya padaku, pasti kamu akan melakukannya sesuai permintaanku. Bukankah begitu? Lalu  apa yang masih membuatmu bingung?” kata Pako menjelaskan, yang diakhiri dengan pertanyaan menegaskan.
Irma terdiam. Benar juga kata Pako. Itu semua terserah pada dirinya sendiri. Jika Ia ingin bisa pulang berarti  harus melakukan persyaratan yang diberikan Pako.
“Terimakasih semuanya. Terimakasih karena kalian mau membantuku. Sekali lagi terimakasih banyak.” Kata Irma kepada semua yang ada di sana.
 “Olle, terimakasih, karena kamu sudah membantuku melakukan persayaratan untukku, dan kamu juga sudah mengantarku sampai rumah Pako.” Kata Irma pada Olle.
“Pako, maafkan aku. Aku telah banyak merepotkanmu. Terimakasih banyak karena kamu mau membantuku untuk pulang. Terimaksih.” Kata Irma pada Pako.
“Salma, terimakasih banyak. Tanpa bantuanmu. Entah aku bisa pulang atau tidak. Terimakasih kamu selalu menemaniku, memberiku makan, dan menyediakan tempat tidur untukku, selain itu kamu juga memberikan banyak saran yang sangat berharga.” Kata Irma pada Salma.
Semuanya tersenyum haru melihat kejadian itu. Apalagi Salma, Ia hampir meneteskan air mata.
“Sekarang aku pamit. Semoga kalian selalu sehat.” Kata Irma mengakhiri perkataannya.
“Semoga kamu juga selalu sehat dan menjadi manusia yang baik” kata Salma.
“Sekarang kamu sudah siap?” tanya Pako.
“Sudah.” Jawab Irma mantap.
“Satu lagi, mungkin saja kamu bisa kembali ketempat ini suatu saat nanti. Dan itu terjadi bila kamu telah ingkar terhadap janjimu pada dirimu sendiri. Aku tidak perlu tahu apa itu. Tapi yang jelas, aku tidak akan membantumu lagi, karena kamu telah melanggar janji. Yang kedua, jangan pernah ceritakan tentang dunia Kurcaci kepada siapapun juga di bumi. Karena itu akan membahayakan keberadaan kami, kaum kurcaci. Selain itu, mungkin kamu juga akan selamanya kembali kesini. Dan tak ada jalan untukmu pulang. Karena saat itu pintu tembusan dunia kurcaci dan bumi akan musnah. Apa kamu paham?” tanya Pako.
“Iya, aku mengerti.” Kata Irma sambil mengangguk, tanda paham.
“Baiklah akan aku mulai” kata Pako.
Pako pun mulai membaca mantra. Gambar tangan di buku itu perlahan-lahan berubah warna. Semakin lama semakin nampak perubahan warna itu. Warnanya menjadi biru. Melihat warna pada gambar tangan itu membiru, Irma memusatkan pikirannya. Kemudian Irma menaruh telapak tangannya pada gambar warna biru itu.

Rasanya persis saat Ia memegang vas bunga, tubuhnya seperti tertarik. Tanpa disadarinya, Irma menutup mata.
Dan saat membuka mata, Irma memperhatikan sekeliling dengan seksama. Ia sudah berada di dalam rumahnya. Tepatnya di kolong meja tempat terakhir kalianya Ia di bumi, sebelum masuk ke dunia Kurcaci. Posisi tubuhnya melingkar. Dan di atas badannya ada selimut dari Pako.
Irma segera keluar dari kolong meja. Ia melihat laci meja itu masih terbuka, keadaannya sama seperti saat ia meninggalkannya. Ia segera menuju kamarnya dan meletakkan selimut dari Pako di lemarinya. Kemudian ia mencari ibunya. Ia khawatir kalau keluarganya mencemaskan dia. Karena sudah satu hari lebih dia meninggalkan rumah.
“eh, Irma, dari mana kamu, ayo makan. Panggilkan ayah dan kakak.” pinta Ibu Irma.
Irma heran, kenapa ibunya bersikap biasa saja. Padahal dia sudah pergi lebih dari satu hari. Tapi ia tak menayakan apa-apa pada ibunya. Irma langsung memanggil ayah dan kakaknya yang sedang menonton berita sore di TV.
“Ayah, kakak, makan malam sudah siap” kata Irma.
“Iya nak, ayo kak kita makan” kata ayah.
Merekapun makan seperti biasanya. Irma semakin heran. Ayah dan kakaknya tidak menyadari kepergiannya selama ini. Atau jangan-jangan dia menjadi 2. Satu di bumi dan satu di dunia kurcaci. Tapi Irma langsung menepis pikiran itu.
“Oiya Irma, roti yang ayah belikan tadi sudah di bagi dengan kakak belum?” tanya ayah sehabis makan.
Irma kaget. Tapi ia menyembunyikan perasaannya itu. Ternyata dia tidak pergi selama sehari. Bahkan hanya sebentar.
“Mungkin waktu di bumi berbeda dengan di dunia kurcaci, tapi kenapa sehari di dunia kurcaci sama rasanya seperti sehari di bumi. Ahh, Mungkin memang berbeda. Hanya perasaanku saja,” Kata Irma dalam hati.
 “Irma.. kenapa bengong” kata ayah pada Irma yang hanya diam mematung.
“Irma baru menginat-ingat dimana Irma meletakkannya yah, Irma agak lupa. Coba Irma cari dulu” kata Irma berbohong.
Irma terpaksa berbohong. Karena Ia sudah berjanji tidak akan mengatakan tetang kejadian dunia kurcaci kepada siapapun juga.
Irma pergi mengambil roti yang masih di laci meja itu. Saat ia mengambil roti, sesaat ia mengamati vas bunga di dalam laci itu. Tapi kali ini vasnya tidak bergetar. Irma tak berani menyentuh vas itu lagi. Ia segera menutup laci itu dan kembali menemui ayah, ibu, dan kakaknya.
“Ini kak, Ini oleh-oleh ayah. Semua buat kakak.” kata Irma sambil menyerahkan satu bungkus roti pada kakaknya.
“Lhooh, adik gak mau? Ini kan roti kesukaan Irma?” tanya kakak heran.
Tidak hanya kakak yang heran. Saat itu ayah dan ibu juga heran. Mereka saling pandang satu sama lain. Tidak biasanya Irma bersikap seperti itu.
“Ayah, ibu, kakak, Irma minta maaf ya.. selama ini Irma tidak menjadi anak yang baik. Mulai hari ini Irma janji, Irma akan berusaha menjadi anak yang baik.”
Ayah dan Ibu semakin heran. Tapi mereka senang karena anaknya sekarang sudah bisa menyadari kesalahannya dan mau minta maaf. Bagi mereka berdua itu adalah pelajaran yang baik.Salah satu pelajaran yang dimulai dari saat anak masih kecil.
Keesokan harinya di sekolah, Irma juga minta maaf pada teman-temannya karena selama ini selalu bersikap pelit. Dia juga berjanji tidak akan pelit lagi. Saat itu tidak ada teman Irma yang percaya dengan perkataannya dan masih tidak mau berteman dengannya. Hanya Cika yang mempercayai Irma. Cika senang karena Irma sudah mau berubah. Persahabatan Cika dan Irma semakin dekat.
Lama-kelamaan setelah melihat perubahan sikap Irma yang memang sudah tidak pelit lagi, teman-teman Irma sedikit-sedikit mau berteman dengannya. Akhirnya, karena kebaikan sifat Irma, Ia memiliki banyak teman. Kadang-kadang Irma juga mengajak mereka bermain di rumahnya. Setiap bermain di rumahnya, Irma memperbolehkan teman-temannya bermain dengan semua boneka miliknya.
Banyak pelajaran yang Irma dapat dari teman-temannya, para kurcaci. Selalu bersikap santun, pemaaf dan suka minta maaf, sabar dan tabah dalam menghadapi segala hal, iklas dalam memberi, berusaha keras dan pantang menyerah untuk mendapatkan sesuatu.
Sekembalinya Irma dari dunia kurcaci, Ia menjadi rajin belajar. Nilainya selalu ada peningkatan hingga mencapai sempurna. Selain itu Irma juga merasa tentram dan damai. Ia tidak perlu lagi menyembunyikan sesuatu dari siapapun juga. Banyak yang peduli kepadanya. Karena itu ia selalu merasa senang dan gembira. Hanya satu hal yang tidak pernah Ia berikan kepada siapapun juga, Cerita di dunia Kurcaci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar