Siang itu matahari cukup
terik hingga sinarnya menyilaukan mata, seorang
anak perempuan berjalan melewati lorong-lorong antara rumah-rumah penduduk,
sambil menghisap-hisap es lilin. Gadis cilik itu bernama Irma Ayu Pratiwi, yang
biasa dipanggil Irma.
Dari salah satu rumah yang
dilewati Irma, terdengar suara yang memanggil namanya. Karena merasa mendengar
ada yang memanggil namanya, Irmapun menoleh dan mencari-cari arah datangnya
suara itu dengan kedua bola matanya. Ternyata Cika yang memanggil Irma. Irmapun
langsung menghampiri Cika.
“Kamu dari mana Irma?” tanya Cika.
“dari beli es di warung mbok
Tyah, emm... enak sekali, segggeeerrrrrr...” jawab Irma menjelaskan,
memuji-muji kelezatan es yang baru ia beli.
“Iya, pasti enak, apalagi
disiang yang panas seperti ini” kata Cika membenarkan perkataannya Irma.
Pandangan mata Cika tak lepas dari Irma
yang menghisap-hisap ujung kantung
plastik yang berisi es yang berwarna coklat itu. Tanpa disadarinya, ternyata Cika
mengecap-ngecapkan lidahnya sambil sekali-sekali menelan ludahnya sendiri.
“Ya iyalah, kamu mau ? beli
sendiri sana !” kata Irma dengan nada sedikit menyuruh.
“Yaudah, nggak usah makan es
kalau nggak punya uang untuk beli, weekkkk...” timpal Irma sambil menjulurkan
lidahnya. Mengejek Cika.
Kemudian Irma melangkah pergi.
Meninggalkan Cika dan pulang ke rumahnya.
Bagi Cika, itu adalah hal
biasa. Cika adalah teman dekat Irma. Cika hafal sifat Irma. Pelit. Walaupun
meminta sampai memohon dan menangispun, Irma
tidak akan memberikannya. Jadi Cika lebih memilih menyerah. Meskipun Cika ingin
sekali, ia tidak akan pernah meminta pada Irma. Menurut Cika, meminta pada Irma
adalah hal yang mustahil ia lakukan, karena hasilnya sudah pasti percuma. Irma
tidak akan pernah memberinya.
Beberapa hari yang lalu, Irma
mengajak Cika bermain boneka di rumahnya. Irma memiliki banyak bonek. Boneka Irma
bermacam-macam. Mulai dari Barbbie sampai boneka hewan dan beberapa tokoh
kartun yang sering muncul di televisi. Dari yang kecil sampai yang besar,
bahkan hampir setinggi Irma.
Saat itu Irma hanya membolehkan
Cika bermain dengan satu bonekanya. Boneka itu adalah boneka kelinci yang
kecil, warnanya memudar dan agak kusam. Boneka itu adalah boneka pertama milik Irma.
Irma sudah agak bosan dengan boneka itu, sehingga Ia mau meminjamkan boneka itu
pada Cika.
Meski Irma pelit, tapi Cika mau
berteman dengan Irma. Selain Cika, Irma tidak memiliki teman yang mau diajaknya
bermain. Di sekolahnya pun Irma dijauhi
teman-temannya. Sifat Irma yang pelit, tidak membuat Cika juga pelit pada Irma.
Karena sifat Cika yang baik, dia senang kalau bisa mebuat temannya gembira.
Siang ini ayah Irma pulang dari
kantor membawa oleh-oleh. Ayah membeli roti.
Ayah berpesan pada Irma untuk membagi roti itu dengan kakaknya, nanti
kalau kakaknya sudah pulang dari bermain.
“Kenapa hanya beli satu ayah?”
tanya Irma.
“Di tokonya sudah habis. Hanya
tinggal satu itu” jelas ayah.
“Tapikan ayah tau ini roti
kesuakan Irma. Apa ayah tidak cari di toko lain?”
“Ayah sudah cari di semua toko
yang ayah lewati dari kantor sampai rumah. Tapi tidak ada, hanya tinggal itu
satu-satunya.”
“Ayah sudah cari di toko
Harmoni?” tanya Irma penuh selidik. Ia tidak rela kalau harus membagi roti itu dengan
kakaknya.
“Irma, jalan dari kantor sampai
rumahkan tidak melewati toko Harmoni. Lagi pula, toko Harmoni kan jauh.
Jaraknya kan hampir satu jam dari rumah.” Jelas ayah Irma dengan penuh kesabaran.
Irma meninggalkan ayahnya yang
sedang duduk di depan teras rumah. Dengan
bibir yang dimoncongkan, Ia masuk ke rumah. Irma tidak ingin membagi
roti itu dengan kakaknya. Oleh karena itu Irma berniat menyembunyikan roti itu,
dan berpura-pura lupa menaruhnya. Irma terus berfikir, mencari tempat yang
tidak mungkin dijangkau oleh kakaknya. Irma berputar-putar dalam rumah,
memperhatikan setiap sudut, prabotan, sampai kolong lemari, tempat tidur, kursi
dan meja.
Irma melangkah ke kamarnya,
dapur, ruang makan, dan hampir aja ke kamar mandi. Tapi langkahnya terhenti dan
menyadari bahwa ia tak mungkin menyembunyikan makanannya di kamar mandi. Irma
masih terus mencari tempat yang aman untuk menyembunyikan roti itu. Akhirnya, Irma
sampai di ruang tamu dan melihat meja antik peninggalan kakeknya di sudut
ruangan.
Meja antik itu memiliki laci. Laci
itu hampir tidak pernah digunakan maupun dibuka oleh keluarga Irma. Di laci itu
juga masih tergantung kunci. Irma berniat menyembunyikan roti di laci itu dan
menguncinya. Kunci laci itu akan dia ambil dan disimpan di bawah kasur tempat
tidurnya. Irma yakin tidak akan ada yang curiga kalau kuncinya tidak ada.
Selain Irma, mereka tidak akan menyadarinya. Keluarga Irma jarang memperhatikan
meja itu.
Irma membuka laci meja itu,
kemudian meletakkan rotinya di sebalah vas bunga yang juga telah tersimpan
disitu. Saat Irma berniat menutupya, ia melihat vas bunga itu bergetar. Irmapun
penasaran dengan isi vas bunga itu. Ia berfikir sebentar, kemudian tangannya
meraih vas bunga itu. Karena terasa berat jadi Irma tidak bisa mengangkatnya. Irmapun
mendongkakkan tubuhnya, berusaha melihat apa isi vas itu. Tapi Irma tidak melihat apa-apa. Kemudian Irma menyadari
ada yang aneh pada tubuhnya. Rasanya seperti tersedot. Badanya terasa lentur
sekali. Irma menutup matanya dan berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu hanya
perasaannya saja.
Tidak lama kemudian wujud Irma
meghilang dari ruang tamu. Tidak ada yang tahu kejadian itu. Irma juga tidak
menyadari hal itu.
Irma membuka mata. Irma
benar-benar kaget. Ia tidak tahu dimana ia berada, tempat itu benar-benar asing
bagi Irma. Di tempat itu, Irma juga melihat makhluk-makhluk kecil aneh di
sekitarnya. Makhluk itu berwarna ungu. Wujudnya tidak seperti dia, dan
ukurannya sangat kecil. Makhluk-makhluk kecil itu sedang sibuk dengan
pekerjaannya masing-masing. Mereka tidak menyadari kehadiran Irma.
Irma berfikir, pasti ia tadi
tertidur, dan sekarang sedang bermimpi. Ia berharap segera terbangun dari
tidurnya. Ia merasa mimpinya kali ini benar-benar aneh. Mimpinya terasa sangat
nyata.
Irma teringat sesuatu, tapi
ingatan itu hanya samar. Irma terus berusaha mengingatnya. Ia terus berusaha
mengigat, Ia seperti pernah melihat makhluk kecil seperti itu. Tapi Irma tidak
ingat dimana Ia melihatnya. Karena terlalu serius mengingat, Irma tidak
menyadari bahwa mkhluk-mkhluk kecil itu sudah berada di sekelilingnya.
Makhluk-makhluk kecil itu memperhatikan Irma, gerak-gerik Irma. Saat Irma masih
berusaha mengingat ingatannya yang sedikit kabur itu, Ia mulai mendengar suara
bisik-bisik.
Irma baru menyadari bahwa Ia
telah dikelilingi oleh makhluk-makhluk kecil itu. Irma melihat mereka satu per
satu. Irma takut. Irma tidak berani bertanya, meskipun sekarang ia sangat
kebingungan. Irma semakin takut dan rasanya ingin menangis. Begitu banyak
makhluk kecil yang mengelilinginya, dan bertambah banyak karena mereka datang
dari berbagai arah.
Makhluk-makhluk kecil itu masih
saling berbisik satu sama lain sambil memperhatikan Irma. Irma semakin
ketakutan. Irma memejamkan matanya, berharap segera terbangun dari tidurnya.
Tapi ternyata sia-sia. Setelah Ia membuka mata, Ia masih di tempat asing
bersama makhluk-makhluk kecil itu.
Salah satu makhluk kecil itu
memberanikan diri untuk bertanya.
“Hay makhluk raksasa kenapa kau
berada di sini? Dari mana asalmu?” tanya makhluk itu dengan lantang.
Irma kebingungan, bagaimana Ia
bisa menjawab pertanyaan itu. Irma sendiri tidak tahu kenapa ia bisa sampai di
tempat itu. Irma semakin takut. Ia takut kalau diapa-apakan oleh
makhluk-makhluk kecil itu. Irma menangis. Suara tangisnya semakin keras, dan
sangat keras sekali. Hal itu membuat telinga makhluk-makhluk kecil itu sakit.
Suaranya begitu menganggu.
Makhluk-makhluk kecil itupun
menjauh dari Irma. Makhluk-makhluk kecil itu menggunakan tangannya untuk
menutupi daun telinga mereka agar sedikit bisa mengurangi kerasnya suara tangis
itu.
Salah satu makhluk kecil itu
masih tinggal. Ia berusaha menghentikan tangis Irma. Ia membujuk Irma agar
berhenti menangis.
“Sudahlah, berhentilah
menangis. Kami tidak jahat. Jadi jangan takut.” Kata makhluk kecil itu dengan
suara yang lembut dan meyejukkan hati Irma yang ketakutan.
Akhirnya Irma berhenti
menangis. Irma memperhatikan makhluk kecil itu. Dengan masih sesenggukan Irma
memberanikan diri bertanya.
“Kamu siapa? Dan kalian itu
makhluk apa?”
“Aku? Aku Salma. Kami adalah
kurcaci”
“Kurcaci?”
Irma mencoba mengingat sesuatu.
Akhirnya ia teringat. Kurcaci adalah salah satu boneka miliknya.
“Apa kalian benar-benar nyata?”
Tanya Irma masih dalam kebingungan.
“HA...HA..HA..HA..HA..., Kamu
ini aneh sekali makhluk raksasa. Sudah ratusan ribu tahun para kurcaci hidup di
sini. Sejak dulu leluhur kami juga tinggal di sini. Kenapa kamu bertanya
seperti itu?”
“Apa? Tapi apa dunia kita sama?
Apa kalian juga hidup di bumi? Apa ini bumi?” Tanya Irma sangat penasaran.
“Bumi? Apa itu bumi?” tanya
kurcaci.
“Aku tinggal di bumi bersama
Ibu, Ayah, kakak, dan Cika.”
“Apa kalian hanya tinggal
berlima?”
“Tidak, ada banyak manusia di
sana.”
“Manusia? Apa itu manusia?”
“Manusia..... ya, aku ini
manusia.” Jelas Irma, ia juga sedikit bingung bagaimana harus menjelaskan.
Salma masih bingung dengan
jawaban Irma. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa manusia adalah makhluk raksasa
seperti Irma.
“Kenapa kamu berada di sini?”
tanya Salma.
“Aku tidak tahu. Tiba-tiba
saja, saat aku memejamkan mata dan kemudia membuka mata, aku sudah berada di
sini. Aku ingin pulang. Aku ingin bertemu Ayah, Ibu, Kakak, dan Cika.” Ia
sesenggukan dan hampir menangis lagi.
“Sudah-sudah, jangan menangis
lagi. Aku akan membantumu. Sekarang ayo ikut aku ke rumah Pako. Ia mungkin bisa
membantumu menemukan jalan pulang ke bumi.” Bujuk Salma.
Irma berhenti sesenggukan. Ia
mengikuti Slama ke rumah Pako. Pako adalah ilmuan di dunia kurcaci itu.
Dalam perjalanan ke rumah Pako,
banyak kurcaci yang memperhatikan Irma. Irma hanya diam saja dan terus
melangkah mengikuti Salma. Beberapa kali Salma berhenti dan berbicara pada
kurcaci yang ada di jalan.
Tapi Irma tidak tahu apa yang Salma bicarakan dengan
para kurcaci itu. Mereka hanya berbisik-bisik sehingga Irma tidak bisa
mendengarnya.
Akhirnya mereka sampai di rumah Pako. Irma benar-benar
takjub. Di tempat itu banyak sekali buku-buku. Berrak-rak buku ada disana. Rak
buku-buku itu menjulang tinggi hingga ke langit-langit rumah Pako. Bahkan ada
tangganya juga.
“Apa ini perpustakaan?” Tanya Irma.
“Bukan, ini rumah Pako.” Jawab Salma
sambil mencari-cari Pako.
Akhirnya Salma menemukan Pako.
Ia berada di meja bacanya. Pako adalah kurcaci yang pintar. Ia telah menemukan
banyak penemuan. Misalnya saja, pupuk yang bisa membuat tumbuhan tetap hidup
dan tubuh walaupun tidak memiliki daun sehelaipun.
“Baiklah, aku akan membantu
anak manusia ini. Tapi ada syaratnya. Ia harus melakukan hal yang bisa bisa
membuatku yakin, kalau ia pantas aku beri bantuan.” Kata Pako menjawab
permintaan Salma.
Pako tahu kalau di bumi ada
manusia yang jahat dan baik. Karena itu ia tidak mau membantu sembarang
manusia.
“Apa syaratnya?, apapun itu aku
pasti akan melakukannya dengan baik dan benar.” Kata Irma meyakinkan Pako.
“Duduklah dulu, aku
tidak ingin buru-buru mengatakan syaratnya.” Kata Pako
“Tapi aku ingin segera pulang,
aku rindu ayah, ibu dan kakak” kata Irma.
“Jadi.. Apa aku harus memberi
bantuan pada manusia yang tidak sabaran ini?” tanya Pako sambil memandang ke
arah Salma.
Salma pun kebingungan mencari
jawaban. Salma tahu sikap Irma salah. Itu akan membuat Pako semakin tidak ingin
membantu Irma.
“Bukanya aku tidak sabaran, aku
hanya ingin pulang, aku tidak ingin lama-lama di tempat yang asing ini.” Kata Irma memberi alasan.
“Ahh, dari dulu sifat manusia
memang tidak pernah berubah. Mungkin karena sifat burukmu itu, kamu sampai
disini” Pako hanya menggumam.
“Apa ?” Irma kurang mendengan
perkataan Pako.
“Sudahlah, bawa manusia ini
pergi. Aku tidak ingin makhluk asing ini berlama-lama di rumahku.” Kata Pako
yang kembali menatap ke arah Salma.
“Tapi hanya kamu yang bisa
membantunya, Pako. Ku mohon bantulah manusia ini.” Salma memohon pada Pako.
“Kamu tidak perlu memohon-mohon
seperti ini, dia sendiri yang membuatku tidak ingin membantunya. Jadi bawalah dia
pergi.” Jelas Pako.
“Tapi ia ingin pulang, apa kamu
benar-benar tega membiarkannya terus bersedih?”kata Salma.
“Kamu tidak perlu
mencemaskannya, manusia ini bukan manusia yang pantas untuk di cemaskan. Kamu
lihat, kamu memohon untuk ia. Tapi mannusia ini hanya diam saja.” Kata Pako.
“Mungkin, di bumi berbeda
caranya dengan kita,” kata Salma mnecoba mencari alasan.
“Aku tahu tentang bumi dan ...”
“maaf” kata Irma tiba-tiba
memotong perkataan Pako.
Irma menunduk, Salma
memperhatikan Pako. Pako menarik nafas panjang. Ia berusaha berfikir jernih.
Menghilangkan emosi yang sejak tadi menyelimuti dirinya.
“Baiklah, apa kamu benar-benar
ingin pulang ?” tanya Pako pada Irma.
“Iya” jawab Irma singkat. Ia
takut salah bicara lagi.
“Kalau begitu, sadarilah
kesalahnmu. Renungkanlah kesalahan-kesalahan, kelakuan buruk yang kamu lakukan
pada sesamamu dan lingkunganmu saat kamu masih di bumi. Jika kamu benar-benar
sadar apa salahmu, maka berjanjilah pada dirimu sendiri dengan sungguh-sungguh
tidak akan mengulanginya setelah kamu sampai di bumi. Karena bila janjimu tidak
sungguh-sungguh, maka aku tidak menjamin kamu akan sampai di bumi. Kamu paham?”
Kata Pako menjelaskan panjang lebar.
“iya,” jawab Irma.
“Setelah kamu menyadari, dan
berjanji tidak akan mengulanginya, kembalilah ke rumah ini. Aku akan memberi
tahu syarat berikutnya.” Jelas Pako.
“baik, tapi berapa lama waktu
untukku melakukan semua hal tadi?”
“Aku tidak mebatasinya, kalau
kamu memang orang yang baik, pasti kamu akan langsung tersadar dan bertaubat.
Tapi tidak semua orang seperti itu. Ada yang bahkan berbulan-bulan tapi belum
menyadari kesalahnnya.” Pako kembali menjelaskan tentang persyaratan yang Ia
ajukan.
Irma dan Salma saling
berpandangan. Kemudian menghela nafas pelan.
“Baiklah kalau begitu kami
pamit, terimakasih ya karena kamu mau membantu manusia ini.” Kata Salma.
“terimakasih Pako” kata Irma.
“hemmm..., kalau ingin segera
pulang, maka segeralah kesini. Lebih cepat kamu menyadarinya, lebih cepat pula
kamu pulang ke rumahmu di bumi.” Kata Pako.
Kemudian Salma dan Irma
melangkah keluar rumah Pako. Mereka berdua menuju rumah Salma. Di perjalanan Irma
tidak bicara sedikitpun. Ia berusaha agar segera mengingat apa kesalahannya
sehingga Ia ada di tempat itu. Tapi Irma belum menyadari kesalahannya juga.
“Itu rumahku” kata Salma, saat
mereka sampai di pertigaan jalan dekat rumah kecil. Di depan rumah itu ada
pagar. Di sana ada bermacam-macam tanaman bunga. Sepertinya Salma selalu
merawat tanaman-tanaman itu, karena tanaman bunga itu tumbuh subur dan sangat rapi.
Halaman rumah itu tidak terlalu luas, tapi bersih. Disebelah kanan rumah itu
tumbuh pohon yang tinggi dan besar. Itu
yang membuat rumah Salma tampak sejuk.
“Masuklah, pasti kamu lelah,
apa kamu lapar ?” kata Salma.
“baik, aku tidak lapar.
Bagaimana ini, aku belum juga tahu apa salahku.”kata Salma kebingungan.
Di dalam rumah, Salma
menasehati Irma. Salma meminta Irma untuk tenang terlebih dahulu.
“Cobalah berfikir dengan
tenang, mungkin itu akan membantu. Pusatkan pikiranmu, apa yang sering kau
lakukan pada teman-temanmu atau pada orang tuamu.” Kata Salma menasihati.
“Aku sudah mencobanya, tapi aku
tetap tidak tahu, huuuh..”
“Ya sudah, sekarang kamu
istirahatlah dulu, hari sudah malam. Tidurlah yang nyenyak agar pikiran kamu
kembali segar. Semoga besok kamu akan menemukan jawabannya.” Kata Salma sambil
membukakan tikar untuk tempat tidur Irma.
“Terimakasih Salma, kamu sudah
banyak membantuku” kata Irma. Kemudian Irma berbaring.
“Itu tidak masalah, aku senang
bisa, membantumu. Selamat tidur.” Kata Salma sambil beranjak ke empat tidurnya.
“Selamat tidur” kata Irma
lirih.
Irma tidak bisa tidur. Selain
tempat tidurnya yang tidak nyaman, ia juga masih berusaha berfikir keras. Irma
ingin segera pulang, karena itu ia tidak mau membuang-buang waktunya dengan
menggunakannya untuk tidur.
Irma mencoba mengingat kembali
apa yang Iia lakukan sehingga Ia sampai di tempat ini. Ia teringat, saat
tubuhnya terasa aneh dan ia menutup mata. Itu karena Ia memegang vas bunga di
laci meja itu. Irma bingung, ia pernah melihat ibunya membersihkan vas bunga
itu. Tapi tidak terjadi apa-apa dengan ibunya.
Kemudian ingatan Irma berubah pada perkataan Pako yang mengatakan penyebab Ia sampai di tempat
ini adalah sifat buruk yang Ia miliki.
Tak lama kemudian Ia mengingat
lagi, alasan Ia membuka laci meja itu, yaitu menyembunyikan roti pembelian
ayahnya. Dan kini Irma telah sadar. Itulah jawaban yang Ia cari sejak tadi.
Sekarang Irma sadar. Ia adalah anak pelit. Irma senang karena telah menemukan
jawabannya. Tapi kemudian wajah riang Irma berubah jadi ekspersi yang
menyedihkan. Ia sadar ia telah keterlaluan, bahkan pada kakaknya sendiri yang
selalu bersikap baik padanya. Ia juga teringat sikapnya pada Cika. Cika selalu
mau bermain dengannya, tapi Ia bahkan hanya meminjamkan satu boneka yang sudah
kusam pada Cika. Irma menjadi sadar, bahwa selama ini tidak ada teman yang mau
bermain dengannya karena sikapnya yang pelit.
Banyak sekali ingatan-ingatan Irma
yang bermunculan tentang kejadian diamana ia bersikap pelit. Irma semakin
sedih. Akhirnya ia menangis, tapi hanya ditahan sehingga tidak bersuara. Ia
menyesal.
“Seandainya saja aku tidak
pelit, aku pasti aku tidak akan kesasar
sampai tempat ini. Pasti aku tidak kesepian seperti ini. Pasti aku
sedang tidur nyenyak di kamarku. Andai saja aku tidak pelit, pasti aku punya banyak teman, pasti aku bisa bermain
dengan siapa saja, pasti teman-teman akan membantuku kalau aku kesulitan. Andai
saja... . ya Tuhan, maafkan Irma. Irma janji Irma tidak akan pelit lagi. Irma
janji Irma akan baik sama siapa aja. Ya Tuhan bantu Irma agar bisa pulang. Irma
kangen sama ayah, ibu, dan kakak. Irma pengen minta maaf sama semuanya, ayah,
ibu, kakak, Cika, dan semua teman-teman Irma.” Kata Irma dalam hati. Irma masih
menangis. Kini Irma benar-benar sadar kesalahannya. Irma benar-benar bertaubat
dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Hingga akhirnya Irma bisa tertidur.
Kantuk yang luar biasa tidak bisa ia lawan lagi. Sekarang karena semua sudah
jelas, Irma merasa lega. Irma tertidur pulas.
Keesokan paginya Salma
membangunkan Irma yang masih tidur. Setelah membuka mata dan bisa melihat
dengan jelas, Irma kaget. Irma lupa kalau tenyata Ia masih di dunia kurcaci.
Tak lama kemudian Irma baru sadar kalau dia memang sedang berada di dunia
kurcaci.
“Apa tidurmu nyenyak? Aku sudah
siapkan sarapan, ayo makan.” Kata Salma.
“Iya, aku bisa tidur nyenak
walaupun tidak dirumah. Terimakasih, kapan kita kerumah Pako lagi?” kata Irma.
“Apa kamu sudah menemukan
jawabannya?” tanya Salma.
“Sudah, aku sudah tahu. Selama
ini di bumi aku selalu pelit pada siapa saja. Bahkan karena kepelitanku itu aku
sampai di sini sekarang.” Kata Irma menjelaskan.
“Baiklah, kalau begitu, selesai
makan kita ke rumah Pako.”
Setelah selesai makan, mereka
berduapun berjalan menuju rumah Pako. Seperempat jam kemudian mereka sampai di
rumah Pako. Ternyata Pako tidak ada di rumahnya. Kata tetangganya, Pako sedang
ke toko membeli bahan untuk eksperimennya. Kemudian Irma dan Salma pergi ke
toko yang telah di beritahukan oleh tetangga Pako. Ternyata mereka terlambat.
Kata pemilik toko Pako sudah pergi, Ia ke pasar membeli tepung.
Selesai mengucapkan terimakasih
kepada penjaga toko, Salma dan Irma menuju pasar. Perasaan Irma tak karuhan. Ia
takut kalau Pako tidak mau membantunya.
“Kemarin sepertinya Pako marah
padaku, apa dia mau membantuku?” tanya Irma pada Salma.
“Kamu tenang saja, pasti Pako
mau membantumu. Kemarin kan dia sudah berjanji.” Kata Salma mencoba menenangkan
kegundahan Irma.
“Tapi ... apa dia sekarang
masih marah padaku?”
“Tidak, sebenarnya Pako bukan
kurcaci yang suka marah. Dia hanya tidak suka pada hal yang tidak baik. Dia
pasti akan membantumu. Nanti kalau kita menemuinya, bersikaplah ramah, sopan,
menghargai dan jangan membuatnya buru-buru. Pako itu kurcaci yang baik dan suka
membantu. Dia juga sering membantuku.” Kata Salma menjelaskan.
“Ooh, begitu ya.. kalau begitu
aku tidak akan bersikap seperti kemarin lagi.” Kata Irma meyakinkan Salma.
Akhirnya mereka sampai di
pasar. Setelah berkeliling bebarapa lama mereka belum juga menemukan Pako.
Kurcaci-kurcaci itu masih merasa asing dengan Irma, walaupun kabar tentang
kemunculan Irma telah tersebar di seluruh pelosok daerah itu. Di pasar, banyak
yang memperhatikan Irma. Sekarang Irma tidak takut lagi. Ia tersenyum melihat
para kurcaci itu memandangnya. Hal itu membuat para kurcaci juga membalas
senyum Irma.
“Ternyata Pako sudang pulang.
Ayo kita kembali ke rumah Pako” kata Salma memberi tahu Irma. Salma telah
menanyakan pada penjual tepung dan beberapa kurcaci yang ada di pasar.
Irma mengangguk, sebenarnya Ia
lelah. Tapi ia tetap tetap tersenyum dan menyembunyikan rasa lelahnya. Irma dan
Salma kembali ke rumah Pako.
Ternyata Pako juga baru sampai
di rumahnya. Ia baru saja meletakkan kantung tepungnya di teras depan rumahnya.
Kemudian Pako menyambut kedatangan Salma dan Irma yang menuju rumahnya.
“Wah, pagi sekali kalian
datang.” Kata Pako.
“Iya, Irma sudah menyelesaikan
tugas yang kamu berikan kemarin.” Kata Salma menjelaskan, sementara Irma hanya
tersenyum.
“Ooh, begitu rupanya, ya .. ya..
ya..” kata Pako sambil mengangguk-angguk. Pako melihat Irma. Sesaat kemudian
pandangannya beralih ke arah karung yang tadi Ia letakkan.
“Apa aku bisa membantumu?”
tanya Irma pada Pako.
“Emm, Tolong bantu aku, bawakan
karung ini masuk. Letakkan di dapur. Lalu segeralah kesini.” Kata Pako.
“Dimana letak dapurmu?” tanya Irma.
“Masuk saja, pintu nomor 3 dari
kiri itu dapurku.” Kata Pako.
Tanpa bicara apa-apa, Irma
langsung mengangkat karung itu ke dapur. Karungnya tidak terlalu berat bagi Irma.
Hal itu karena ukuran karung di dunia kurcaci ini kecil. Jadi Irma bisa
mengangkatnya sendiri.
“Apa kalian sudah makan?”
tanya Pako pada Salma.
“Sudah, kami berdua sudah
makan, apa syarat yang akan kamu berikan padanya nanti berat?” tanya Salma.
“Emm, mungkin.” Kata Pako tidak
yakin.
“Kumohon, jangan terlalu berat.
Kasihan manusia itu. Sepertinya ia sudah benar-benar menyadari kesalahannya.
Lagipula, selama bersamaku ia tidak membuat masalah.”
“Aaa.. baiklah, karena kamu
yang memintaku, aku tidak akan memberikan syarat yang berat.”
Tidak lama kemudian Irma
keluar. Salma dan Pako melihat ke arahnya. Itu membuat Irma kebingungan lagi. Irma
takut kalau ia melakukan kesalahan lagi, dan Pako tidak mau membantunya. Apalagi setelah Irma
melihat ekspresi Salma yang tidak meyakinkan.
“Apa kamu sudah merindukan
bumi?” tanya Pako tiba-tiba pada Irma.
“Emm, iya. Lu lu lumayan.”
Jawab Irma sedikit kagok.
“Kalau begitu langsung saja.
Agar aku semakin yakin untuk membantumu, kamu harus memberikan 3 bantuan kepada
warga kurcaci yang ada di sini. Karena kamu telah membantuku membawakan karung
ke dapur, maka aku kurangi jadi 2 bantuan.” Kata Pako menjelaskan.
“Jadi aku harus menemukan 2
kurcaci yang kesulitan?” tanya Irma.
“Iya. Kelihatan mudahkan?, tapi
jangan senang dulu, disini tidak mudah mencarinya.” Kata Pako.
“ooh, baiklah, kalau begitu aku
akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukannya.” Kata Irma meyakinkan Pako.
“Satu lagi, dalam membantu,
kamu harus punya sesuatu.” Kata Pako.
“Apa itu?” tanya Irma.
“Iklas, kamu harus iklas
membantu. Meskipun itu akan merugikanmu, tapi kamu harus iklas dalam
melakukannya. Kalau kamu tidak iklas, bisa saja kamu akan mendapatkan kesulitan
dalam perjalanan pulang ke bumi.” Kata Pako menambah penjelasannya.
“Baiklah, aku pasti
melakukannya.”
“Dan kamu harus melakukannya
sendiri. Salma tidak akan membantumu. Dia akan berada di rumahku. Sebelum kamu
melakukan persyaratan yang ku berikan kamu tidak boleh kembali kesini menemui Salma”
kata Pako lagi.
“ohh, iya Pako.” Kata Irma
menurut.
“Sekarang kamu boleh mulai.
Kuharap kamu bisa kembali sebelum matahari tenggelam. Karena kalau itu terjadi,
kamu pasti dalam kesulitan.” Kata Pako.
“baiklah, akan aku usahakan,
sekarang aku pamit” kata Irma.
“Hati-hati ya Irma, semoga kamu
beruntung.” kata Salma menyemangati Irma.
“Terimakasih Salma.”
Irma melangkah pergi. Pandangannya
tertuju kesegala arah. Ia tidak tahu harus kemana, maka dari itu Irma hanya
berjalan melalui jalanan yang ia tahu. Irma juga belum terlalu mengenal wilayah
itu, jadi Ia takut tersesat. Dua jam lamanya Irma berjalan tapi belum juga
menemukan kurcaci yang kesulitan. Irma lelah, Ia memutuskan untuk istirahat
sebentar. Ia duduk di bawah pohon yang rindang. Ia mencoba berfikir. Bagaimana
cara agar bisa menemukan kurcaci yang kesulitan.
Ia mengingat kejadian yang Ia lihat tadi. Setiap ada kurcaci yang kesulitan, pasti akan segera di bantu oleh Kurcaci yang lain. Berarti di sini mereka selalu tolong menolong. Benar kata Pako, tenyata tidak mudah menemukan dan membantu kurcaci yang sedang kesulitan. Setelah berfikir sejenak dan lelahnya hilang, Irma melanjutkan pencariannya. Ia berfikir untuk merubah daerah pencarian. Karena sejak tadi daerah yang ia lalui ramai, jadi banyak pula yang meberikan bantuan terhadap target Irma, yaitu kurcaci yang membutuhkan bantuan. Oleh karenanya Irma mencoba meneruskan pencariaannya di tempat yang sepi. Ia berjalan ke hutan. Irma masih ingat jalan yang Ia lalui pertama kali saat tiba di sini. Saat Salma mengantarnya ke rumah Pako, di jalan itu ada jalan yang menghubungkan ke jalan menuju hutan.
Ia mengingat kejadian yang Ia lihat tadi. Setiap ada kurcaci yang kesulitan, pasti akan segera di bantu oleh Kurcaci yang lain. Berarti di sini mereka selalu tolong menolong. Benar kata Pako, tenyata tidak mudah menemukan dan membantu kurcaci yang sedang kesulitan. Setelah berfikir sejenak dan lelahnya hilang, Irma melanjutkan pencariannya. Ia berfikir untuk merubah daerah pencarian. Karena sejak tadi daerah yang ia lalui ramai, jadi banyak pula yang meberikan bantuan terhadap target Irma, yaitu kurcaci yang membutuhkan bantuan. Oleh karenanya Irma mencoba meneruskan pencariaannya di tempat yang sepi. Ia berjalan ke hutan. Irma masih ingat jalan yang Ia lalui pertama kali saat tiba di sini. Saat Salma mengantarnya ke rumah Pako, di jalan itu ada jalan yang menghubungkan ke jalan menuju hutan.
Ternyata benar. Hutan itu
begitu sepi. Sebelum masuk ke dalam hutan, Irma masih berjumpa dengan satu dua
kurcaci. Tapi setelah lebih dalam ke hutan ternyata benar-benar sepi dan sunyi.
Hal itu membuat Irma sedikit takut dan
merinding. Irma mencoba mendengar dengan sungguh-sungguh, siapa tahu ada suara
yang meminta pertolongan. Walaupun takut berada di dalalm hutan sendirian, Irma
masih terus berusaha mencari suara minta pertolongan. Matahari sudah diatas kepala,
tapi Irma belum juga menemukan satupun target. Ia benar-benar lelah keliling
hutan. Apalagi tidak ada yang bisa ia temukan di sana. Semangatnya mulai turun.
Irma menyerah dengan tempat itu, ia mau keluar hutan dan mencari di tempat
lain.
Saat Irma membalikan badan,
sepertinya ada suara samar-samar yang diterima daun telingannya. Awalnya Irma
takut dan akan segera pergi. Tapi akhirnya Ia tetap memberanikan diri berada di
sana dan mencoba mendengar dengan sungguh-sungguh.
“Sepertinnya itu suara minta pertolongan,...
tapi.. apa benar itu suara minta tolong, suaranya tidak jelas, arah datangnya
suarapun aku tidak tahu. Kira-kira suara apa ya..” kata Irma dalam hati.
Irma berputar untuk melihat
sekelilingnya, dan mempertajam pendengarannya. Kini Ia yakin kalau ini pasti
suara minta pertolongan, tapi Irma tidak tahu dari mana arah datangnya suara
itu. Irma mengelilingi hutan lagi. Suaranya terkadang sangat pelan tapi
terkadang juga begitu jelas. Sudah hampir satu jam Irma mengelilingi hutan,
tapi Ia tak menemukannya, meskipun suara itu masih terus terdengar hingga ke
telinga Irma.
Irma bingung, ia lelah, lapar
dan haus. Tadi pagi di rumah Salma Ia hanya makan sedikit. Irma sudah tidak
kuat. Ia kemudian duduk di bawah pohon besar dan rindang sambil memegangi perutnya
yang keroncongan. Tiba-tiba suara itu
terdengar sangat jelas.
“Tolong... aku tidak bisa turun”
suara itu benar-benar jelas.
Irma kaget. Ia jadi lupa lapar
dan hausnya. Ia merasa sudah sangat dekat dengan targetnya. Tapi ia belum juga
bisa melihat. Kemudian didengarkannya lagi suara itu.
“Ahh, pasti suara ini dari
atas” kata Irma dalam hati.
Ternyata benar. Di atas pohon
yang digunakan Irma istirahat, ada kurcaci yang meminta pertolongan. Kurcaci
itu tidak bisa turun.
“Tenang kurcaci, aku akan membantumu
turun.” Kata Irma pada kurcaci itu sambil melihat ke atas.
“Apa kau benar-benar akan
membantuku... makhluk asing?!” tanya
kurcaci sedikit ragu pada Irma.
“Aku manusia baik, aku akan
membantumu. Aku teman Salma. Kamu kenal dia kan?” tanya Irma, ia mencoba
meyakinkan kurcaci itu agar percaya padanya dan mau ditolong.
Irma berusaha memanjat pohon
itu, tapi berkali-kali ia coba, berkali-kali pula ia gagal. Irma tetap tidak
menyerah. Ia berfikir sejenak dan menemukan akal.
“Kurcaci, tunggu sebentar ya, aku
akan mencari tali. Aku tidak akan lama.” Kata Irma.
Irma mencari tali. Ia hanya
menemukan akar pepohonan yang tumbuh di hutan itu. Jadi Ia menggunakannya.
Akar-akar itu Ia sambung dan jadilah tali yang panjang. Setelah itu ia kembali
ke pohon tadi.
“Aku akan melemparkan ujung
tali ini, kamu tangkap ya” kata Irma.
“Baik. Aku akan menangkapnya.”
Kata kurcaci itu.
“Tetaplah memegang pohon.” Kata
Irma memberi intruksi.
Berkali-kali Irma melemparkan
ujung tali itu, tapi tak pernah bisa di tangkap kurcaci. Irma terus berusaha
dan tidak menyerah. Karena terlalu semangat ia sampai lupa rasa lelahnya. Setelah
memerlukan waktu agak lama akhirnya ujung tali itu bisa ditangkap oleh kurcaci.
“Ikatkan ujung tali itu pada
perutmu, aku akan menahannya agar kamu bisa turun perlahan. Ikatlah dengan
kencang agar kamu tidak terjatuh.” Kata Irma memberi intruksi lagi.
“Baik” kata Kurcaci menyetujui.
Kurcaci itu mengikatkan ujung
tali pada perutnya. Ia mengikat dengan kencang sesuai perintah dari Irma.
“Aku sudah mengikatnya dengan
kuat.” Kata kircaci.
Dengan perlahan kurcaci itu
bisa turun. Tapi sebelum sampai di tanah, tiba-tiba talinya putus. Kurcaci
berteriak. Dengan secepat kilat, Irma mencoba menangkap tubuh kurcaci itu.
Akhirnya tubuh kurcaci itu bisa mendarat dengan empuk di kedua tangannya Irma.
“Terimakasih...
ma manusia. Tanpa bantuanmu aku aku
tidak tahu sampai kapan aku akan berada di atas sana.” Kata kurcaci, yang
awalnya ragu.
“Ahh, itu sudah kewajibanku,
untuk membantu yang kesulitan. Tapi kenapa kamu bisa berada di atas sana?”
tanya Irma penasaran.
“Aku sedang mencari biji pohon
itu. Bijinya sekarang sudah sangat langka. Bahkan di toko-toko dan di pasar pun
tidak ada yang menjualnya. Jadi aku memutuskan untuk mencari sendiri. Aku kira
bisa turun sendiri, tapi ternyata tak semudah naiknya. Aku malah tidak bisa
turun.” Kata kurcaci menjelaskan.
“Apa kau mendapatkanya?.
Memangnya untuk apa biji pohon ini?” tanya Irma yang masih terus saja
penasaran.
“Iya. Aku mendapatkanya. Ini
untuk mengobati penyakit dalam. Penyakit ini juga sangat langka, jadi tidak
banyak yang mencari obat ini. Apalagi cara mencarinya juga susah. Itulah
sebabnya tidak dijual di toko mamupun pasar.”
“Ohh, siapa yang sakit?”
“Saudaraku” kata Kurcaci lirih.
“Semoga saudaramu cepat sembuh
ya.. apa kamu kuat berjalan pulang, sepertinya sudah terlalu lama kamu berada
di atas pohon, apa kakimu sakit?” kata Irma.
“Terimakasih, aku masih bisa
berjalan pulang, kakiku tidak apa-apa. Hanya suaraku yang sedikit serak, karena
dari tadi berteriak-teriak, sekali lagi terimakasih manusia. Kamu begitu baik.”
Kata Kurcaci memuji Irma.
“Ahh, aku jadi tidak enak kalau
kamu terus lakukan itu. Sebenarnya bukan aku yang membantumu, tapi kamu yang
membantuku. Karna ini syarat yang di berikan Pako padaku. Terimakasih kurcaci.
Namamu siapa? ” Kata Irma.
“Apa maksudmu ? Namaku Olle,”
“Aku Irma, senang bisa
bekenalan denganmu. Ah, tapi maaf lain kali saja kamu tanyakan pada Salma atau Pako.
Sekarang sudah hampir sore, karena itu aku harus pergi. Aku harus
meneyelesaikan tugasku. Aku harus kembali kerumah Pako sebelum hari gelap.
Sekali lagi terimakasih dan semoga saudaramu segera sembuh.” Kata Irma.
“Baiklah kalau begitu. Semoga
tugasmu bisa segera terselesaikan.”
Mereka berpisah. Kurcaci
berjalan keluar hutan, menuju rumahnya. Sedangkan Irma, ia masih terus
menelusuri hutan. Mencari target selanjutnya. Tak berapa lama menelusuri hutan,
Irma menemukan sungai.
Airnya begitu bening. Sangat
berbeda dengan sungai yang ada di dekat rumah Irma yang kotor, banyak sampah,
dan berbau busuk. Sungai di sini sama sekali tidak ada sampahnya. Benar-benar
pemandangan yang begitu asri bagi Irma.
Karena hausnya datang lagi, Irma
berniat meminum air sungai itu. Tapi ia ragu. Irma menggunakan kedua telapak
tangannya untuk mengambil air itu. Ia mencium baunya. Tapi tidak tercium bau
apapun. Ia menjilat air itu. Ternyata rasanya tawar. Akhirnya Irma yakin. Ia pun
meminum air itu. Rasanya lebih segar dari air yang ada di lemari es mililknya
di rumah.
Setelah puas minum air, dan
hausnya hilang, Irma melanjutkan pencariannya. Kali ini ia mengikuti aliran
sungai itu. Ternyata air yang ia minum tadi juga membuatnya kenyang. Kini
perutnya sudah tidak keroncongan lagi.
Tak jauh dari situ Irma melihat
kurcaci di seberang sungai sedang bersedih. Irma penasaran ada apa gerangan
yang membuat kurcaci itu bersedih.
“Hay, kurcaci kenapa kau
bersedih?” tanya Irma sedikit berteriak agar kurcaci itu mendengar.
Kurcaci itu kaget. Ia tak
menyangka kalau ada manusia di situ. Kurcaci itu menjadi sedikit ketakutan.
Mengetahui reaksi kurcaci yang malah menjadi takut, Irma mencoba menenangkan
dan meyakinkannya.
“Jangan takut kurcaci, aku
manusia baik, namaku Irma, aku teman Salma.”
Kurcaci itu belum percaya
dengan perkataan Irma. Ia masih merasa takut.
“Aku tidak akan menyakitimu,
aku berjanji, sungguh.” Kata Irma, masih mencoba meyakinkan kurcaci.
“Kenapa kau berada di sini?”
tanya Kurcaci.
Irma menceritakan semuanya,
dari keinginanya pulang, syarat yang diberikan Pako agar mau membantunya,
hingga kesimpulannya untuk mencari kurcaci yang membutuhkan bantuan di tempat
yang sepi.
Akhirnya Kurcaci percaya pada Irma,
sehingga dia tidak takut lagi. Kurcaci itu pun menceritakan kejadian yang
membuatnya bersedih. Ternyata Kurcaci itu terpleset saat sedang mencari
ganggang di tepi sungai. Yang membuatnya sedih bukan itu, tapi tasnya yang
terjatuh ke dalam sungai. Tasnya bergerak mengikuti arus sungai dan kini tersangkut
di batang pohon yang berada di tengah-tengah sungai itu. Kini ia tidak bisa
mengambilnya. Ia telah mencoba mengambil dengan menggunakan ranting pohon, tapi
tidak sampai karena terlalu jauh. Tasnya itu sangat berharga. Karena tas itu
peninggalan satu-satunya almarhum neneknya.
Irma bersedia membantu
kurcaci itu. Untungnya Irma bisa berenang, sehingga Ia segera masuk ke sungai
dan berenang mengambil tas kurcaci. Tapi tak semudah dugaan Irma, ternyata
setelah masuk ke dalam sungai itu, Ia baru menyadari bahwa arusnya lumayan
deras. Dengan susah payah Irma berusaha mencapai tas itu. Arusnya yang deras
membuat Irma kehilangan banyak tenaga. Tapi Irma tak menyerah, ia terus berusaha.
Alhasil, setelah perjuangan
yang cukup berat, Irma sampai di batang pohon itu. Irma langsung menarik tas
itu, tapi tidak bisa. Ternyata tasnya tersangkut dan sulit dilepas. Irma
berpegangan pada batang pohon agar tidak terbawa arus sungai. Irma memperhatikan
dengan teliti antara tas dan rumput yang tumbuh di batang pohon itu. Lilitan
rumput itu begitu rumit sehingga sulit dilepaskan. Jika ditarik dengan paksa
maka tas itu akan rusak. Karena itu Irma dengan sabar melepaskan lilitan rumput
itu. Kadang karena salah melepas rumput itu, lilitannya semakin rumit. Semakin
susah dilepaskan. Seperti benang yang ruwet.
Hari yang semakin sore membuat suhu air sungai
semakin dingin. Tapi Irma tetap berjuang untuk mengambil tas itu.
Di seberang sungai Kurcaci
hanya bisa harap-harap cemas. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hatinya Ia
berdoa agar Irma bisa segera membawa tasnya naik. Ia tahu, hari yang semakin
sore akan membuat air sungai semakin dingin, Ia khawatir kalau Irma jadi sakit
karenanya. Selain itu, hari juga akan semakin gelap, Ia takut tersesat karena
Ia juga tidak membawa alat penerangan.
Akhirnya, dengan kesabaran yang
luar biasa, Irma bisa melepaskan lilitan rumput liar itu pada tas kurcaci. Irma
segera menyeberang menuju tempat kurcaci berdiri. Ini ternyata lebih susah dari
saat menyeberang untuk mencapai batang pohon. Arusnya lebih deras. Tapi Irma memiliki
tekat yang kuat dan usaha yang hebat, sehingga ia bisa sampai tanpa terbawa
arus.
Kurcaci, meraih tangan Irma dan
berusaha menariknya. Walaupun sangat berat bagi kurcaci, karena tubuh Irma
berkali-kali lebih besar dari tubuhnya.
“Terimakasih Irma, terimakasih
sekali, ternyata benar kamu memang baik.” Kata kurcaci sambali memuji-muji Irma.
“Ahh, aku tidak pantas dipuji,
aku hanya melakukan apa yang seharusnya ku lakukan.” Kata Irma rendah hati.
“Apa kau kedinginan?, ahh.. aku
tidak membawa selimut. Maafkan aku telah membuatmu basah kuyup seperti ini.”
“Tidak apa-apa kurcaci.
Sebaiknya sekarang kita segera pulang, karena hari sudah sore dan hari hampir
gelap.”
Mereka berdua segera berjalan
pulang. Irma sebenarnya kedinginan dan sangat lelah. Tapi ia tetap tabah dan
tidak mengeluh. Beberapa saat kemuadian mereka bisa keluar hutan dan sampai di daerah pemukiman kurcaci.
“hhhaaa... chiii !!!” Irma
bersin.
“Kamu sakit?, bagaimana jika
aku membuatkanmu obat?” kata Kurcaci menawarkan bantuan.
“Tidak terimakasih, aku harus
segera sampai di rumah Pako sebelum hari gelap.”
“Oh, kalau begitu semoga kamu
cepat sembuh. Arah rumahku dan Pako berlawanan. Kalau besok belum sembuh,
mampirlah ke rumahku, Salma tahu rumahku. Aku Venda.” Kata kurcaci.
“Terimakasih Venda. Semoga aku
bisa cepat sembuh. Emm, tapi kalalu mau ke rumah Pako aku harus lewat mana ya?
Aku sedikit bingung dengan jalan ini.”
“Kamu lurus saja ke sana. Belok
ke kiri pada belokan ke tiga, kemudian kekanan pada perempatan ke dua. Apa
perlu aku antar?”
“Tidak terimakasih, aku bisa
sendiri. Selamat tinggal Venda.”
“Selamat tinggal Irma.
Hati-hati di jalan.”
“Iya” kata Irma.
Mereka berpisah sambil
melambaikan tangan dan senyum yang menghias wajah mereka. Senyum yang tulus.
Irma berjalan menuju rumah Pako.
Hari benar-benar hampir gelap. Irma mempercepat langkahnya. Ia tidak ingin
terlambat sampai di rumah Pako.
Sesaat Irma kebingungan. Ia
sepertinya sudah berjalan sesuai dengan arahan
yang di berikan Venda. Tapi Ia tidak menjumpai rumah Pako. Irma
mengingat-ingat kembali arahan Venda. Sulit bagi Irma berfikir jernih. Irma
kedinginan, tubuhnya mulai menggigil, dan kepalanya pusing. Selain itu, Ia juga
cemas karena hari semakin gelap. Irma mencoba tenang. Ia tetap tidak bisa
menemukan rumah Pako. Akhirnya Irma bertanya pada kurcaci yang rupanya juga
baru pulang dari suatu tempat.
“Permisi, maaf, boleh aku
bertanya?” tanya Irma.
Kurcaci itu memperhatikan Irma.
Sejenak Ia diam. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Ohh, Irma ? dari mana kamu?
Kenapa kamu basah kuyup begini?” tanya kurcaci itu.
“Dari sungai. ini... tadi ada
sedikit kejadian. Apa boleh aku bertanya?” tanya Irma memastikan.
“Iya, kenapa tidak, silahkan
saja. Apa yang ingin kamu tanyakan? Aku senang bisa membantumu.” tanya kurcaci
itu.
“Aku mau ke ruma Pako, tapi aku
lupa jalan menuju rumahnya, bisa kau beritahu aku?”
“Ooh, iya. Bukankah kamu harus
sampai di rumah Pako sebelum hari gelap. Ayo aku antarkan.” Kata kurcaci itu
memberi tawarkan.
“Terimakasih, tapi kenapa kamu
bisa tahu?” tanya Irma penasaran.
Mereka berdua berjalan menuju
rumah Pako. Ternyata kurcaci itu adalah kurcaci yang ditolong Irma di hutan. Awalnya
Irma benar-benar tdak tahu kalau itu adalah dia. Dalam perjalanan mereka
salaing tukar cerita.
Tanpa terasa mereka sampai di
depan rumah Pako, ternyata sudah ada Salma yang menunggu. Salma begitu khawatir
kalau Irma tersesat dan tidak bisa pulang. Atau Irma tidak bisa menyelesaikan
syarat yang di berikan Pako.
“Irma,... akhirnya kamu sampai
juga.” Kata Salma menyambut Irma.
“Ini karena Olle, terimakasih
ya sudah mengantarku.” Kata Salma pada kurcaci itu.
“Ahh, itu sudah kewajibanku,
untuk membantu yang kesulitan.” Kata kurcaci itu mengembalikan kata-kata Irma
tadi siang. Sambil sedikit bercanda.
Mereka berdua tersenyum. Salma
tidak paham dengan keadaan ini, tapi kemudian Ia ikut tersenyum. Tak berapa
lama kemudia Pako keluar dari rumahnya. Ia mempersilahkan mereka masuk.
“Kenapa kamu bisa basah kuyup
begini? Badanmu juga demam. Aku ambilkan obat ya?” tanya Salma kebingungan.
“Terimaksih Salma. Tapi aku
tidak apa-apa, sebentar lagi juga kering.” “haa.... chi !” kata Irma yang
kemudian bersin.
“Pakailah ini untuk
menghangatkan tubuhmu.” Kata Pako sambil memberikan selimut tebal dan berbulu
lembut pada Irma.
“Terimakasih” kata Irma sambil
menerima selimut itu.
Pako mengajak mereka ke ruang
bacanya. Pako membuka buku yang sudah ada di meja bacanya. Tampaknya Pako sudah
mempersiapkannya sejak tadi. Bukunya berbeda dengan buku-buku Pako yang lain.
Yang ini ukurannya lebih besar dan sangat tebal. Dari rupanya, terlihat bahwa
umur buku ini sudah sangat tua.
“Mendekatlah ke sini Irma. Saat
aku membaca mantra, dan gambar telapak tangan ini berubah menjadi biru,
letakkan tanganmu di sini.” Kata Pako memberikan penjelasan.
Irma mendekat. Ia berusaha
memahami perkataan Pako.
“Saat itu, kamu harus memusatkan
pikiran dan jangan ada perasaan ragu.” Kata Pako menambahkan penjelasannya.
“Kamu sudah siap?” tanya Pako
melanjutkan.
“Sekarang?” kata Irma sedikit
tidak percaya.
“Iya sekarang, bukankah kamu
sudah merindukan keluargamu?.” Pako menegaskan.
“Tapi,... kenapa kamu tidak
menanyakan persyaratan yang kamu berikan padaku? Apa kamu percaya padaku?”
tanya Irma bingung.
“Bukan aku yang percaya padamu.
Tapi kamu yang percaya padaku.” Kata Pako singkat.
“Maksudnya?” Irma masih belum
paham.
“Bukankah sudah aku katakan,
kalau kamu melakukan apa yang aku persyaratkan sesuai yang ku minta, maka aku
menjamin kamu bisa kembali dengan selamat. Dan juga sebaliknya. Jadi jika kamu
percaya padaku, pasti kamu akan melakukannya sesuai permintaanku. Bukankah
begitu? Lalu apa yang masih membuatmu
bingung?” kata Pako menjelaskan, yang diakhiri dengan pertanyaan menegaskan.
Irma terdiam. Benar juga kata Pako.
Itu semua terserah pada dirinya sendiri. Jika Ia ingin bisa pulang berarti harus melakukan persyaratan yang diberikan Pako.
“Terimakasih semuanya.
Terimakasih karena kalian mau membantuku. Sekali lagi terimakasih banyak.” Kata
Irma kepada semua yang ada di sana.
“Olle, terimakasih, karena kamu sudah
membantuku melakukan persayaratan untukku, dan kamu juga sudah mengantarku
sampai rumah Pako.” Kata Irma pada Olle.
“Pako, maafkan aku. Aku telah
banyak merepotkanmu. Terimakasih banyak karena kamu mau membantuku untuk
pulang. Terimaksih.” Kata Irma pada Pako.
“Salma, terimakasih banyak.
Tanpa bantuanmu. Entah aku bisa pulang atau tidak. Terimakasih kamu selalu
menemaniku, memberiku makan, dan menyediakan tempat tidur untukku, selain itu
kamu juga memberikan banyak saran yang sangat berharga.” Kata Irma pada Salma.
Semuanya tersenyum haru melihat
kejadian itu. Apalagi Salma, Ia hampir meneteskan air mata.
“Sekarang aku pamit. Semoga
kalian selalu sehat.” Kata Irma mengakhiri perkataannya.
“Semoga kamu juga selalu sehat
dan menjadi manusia yang baik” kata Salma.
“Sekarang kamu sudah siap?”
tanya Pako.
“Sudah.” Jawab Irma mantap.
“Satu lagi, mungkin saja kamu
bisa kembali ketempat ini suatu saat nanti. Dan itu terjadi bila kamu telah ingkar
terhadap janjimu pada dirimu sendiri. Aku tidak perlu tahu apa itu. Tapi yang
jelas, aku tidak akan membantumu lagi, karena kamu telah melanggar janji. Yang
kedua, jangan pernah ceritakan tentang dunia Kurcaci kepada siapapun juga di
bumi. Karena itu akan membahayakan keberadaan kami, kaum kurcaci. Selain itu,
mungkin kamu juga akan selamanya kembali kesini. Dan tak ada jalan untukmu pulang.
Karena saat itu pintu tembusan dunia kurcaci dan bumi akan musnah. Apa kamu
paham?” tanya Pako.
“Iya, aku mengerti.” Kata Irma
sambil mengangguk, tanda paham.
“Baiklah akan aku mulai” kata Pako.
Pako pun mulai membaca mantra.
Gambar tangan di buku itu perlahan-lahan berubah warna. Semakin lama semakin
nampak perubahan warna itu. Warnanya menjadi biru. Melihat warna pada gambar
tangan itu membiru, Irma memusatkan pikirannya. Kemudian Irma menaruh telapak
tangannya pada gambar warna biru itu.
Rasanya persis saat Ia memegang vas bunga, tubuhnya seperti tertarik. Tanpa disadarinya, Irma menutup mata.
Dan saat membuka mata, Irma
memperhatikan sekeliling dengan seksama. Ia sudah berada di dalam rumahnya.
Tepatnya di kolong meja tempat terakhir kalianya Ia di bumi, sebelum masuk ke
dunia Kurcaci. Posisi tubuhnya melingkar. Dan di atas badannya ada selimut dari
Pako.
Irma segera keluar dari kolong
meja. Ia melihat laci meja itu masih terbuka, keadaannya sama seperti saat ia
meninggalkannya. Ia segera menuju kamarnya dan meletakkan selimut dari Pako di
lemarinya. Kemudian ia mencari ibunya. Ia khawatir kalau keluarganya
mencemaskan dia. Karena sudah satu hari lebih dia meninggalkan rumah.
“eh, Irma, dari mana kamu, ayo
makan. Panggilkan ayah dan kakak.” pinta Ibu Irma.
Irma heran, kenapa ibunya
bersikap biasa saja. Padahal dia sudah pergi lebih dari satu hari. Tapi ia tak
menayakan apa-apa pada ibunya. Irma langsung memanggil ayah dan kakaknya yang
sedang menonton berita sore di TV.
“Ayah, kakak, makan malam sudah
siap” kata Irma.
“Iya nak, ayo kak kita makan”
kata ayah.
Merekapun makan seperti
biasanya. Irma semakin heran. Ayah dan kakaknya tidak menyadari kepergiannya
selama ini. Atau jangan-jangan dia menjadi 2. Satu di bumi dan satu di dunia
kurcaci. Tapi Irma langsung menepis pikiran itu.
“Oiya Irma, roti yang ayah
belikan tadi sudah di bagi dengan kakak belum?” tanya ayah sehabis makan.
Irma kaget. Tapi ia
menyembunyikan perasaannya itu. Ternyata dia tidak pergi selama sehari. Bahkan
hanya sebentar.
“Mungkin waktu di bumi berbeda
dengan di dunia kurcaci, tapi kenapa sehari di dunia kurcaci sama rasanya
seperti sehari di bumi. Ahh, Mungkin memang berbeda. Hanya perasaanku saja,”
Kata Irma dalam hati.
“Irma.. kenapa bengong” kata ayah pada Irma
yang hanya diam mematung.
“Irma baru menginat-ingat
dimana Irma meletakkannya yah, Irma agak lupa. Coba Irma cari dulu” kata Irma
berbohong.
Irma terpaksa berbohong. Karena
Ia sudah berjanji tidak akan mengatakan tetang kejadian dunia kurcaci kepada
siapapun juga.
Irma pergi mengambil roti yang
masih di laci meja itu. Saat ia mengambil roti, sesaat ia mengamati vas bunga
di dalam laci itu. Tapi kali ini vasnya tidak bergetar. Irma tak berani
menyentuh vas itu lagi. Ia segera menutup laci itu dan kembali menemui ayah,
ibu, dan kakaknya.
“Ini kak, Ini oleh-oleh ayah.
Semua buat kakak.” kata Irma sambil menyerahkan satu bungkus roti pada
kakaknya.
“Lhooh, adik gak mau? Ini kan
roti kesukaan Irma?” tanya kakak heran.
Tidak hanya kakak yang heran.
Saat itu ayah dan ibu juga heran. Mereka saling pandang satu sama lain. Tidak
biasanya Irma bersikap seperti itu.
“Ayah, ibu, kakak, Irma minta
maaf ya.. selama ini Irma tidak menjadi anak yang baik. Mulai hari ini Irma
janji, Irma akan berusaha menjadi anak yang baik.”
Ayah dan Ibu semakin heran.
Tapi mereka senang karena anaknya sekarang sudah bisa menyadari kesalahannya
dan mau minta maaf. Bagi mereka berdua itu adalah pelajaran yang baik.Salah
satu pelajaran yang dimulai dari saat anak masih kecil.
Keesokan harinya di sekolah, Irma
juga minta maaf pada teman-temannya karena selama ini selalu bersikap pelit.
Dia juga berjanji tidak akan pelit lagi. Saat itu tidak ada teman Irma yang
percaya dengan perkataannya dan masih tidak mau berteman dengannya. Hanya Cika
yang mempercayai Irma. Cika senang karena Irma sudah mau berubah. Persahabatan Cika
dan Irma semakin dekat.
Lama-kelamaan setelah melihat
perubahan sikap Irma yang memang sudah tidak pelit lagi, teman-teman Irma
sedikit-sedikit mau berteman dengannya. Akhirnya, karena kebaikan sifat Irma,
Ia memiliki banyak teman. Kadang-kadang Irma juga mengajak mereka bermain di
rumahnya. Setiap bermain di rumahnya, Irma memperbolehkan teman-temannya
bermain dengan semua boneka miliknya.
Banyak pelajaran yang Irma
dapat dari teman-temannya, para kurcaci. Selalu bersikap santun, pemaaf dan
suka minta maaf, sabar dan tabah dalam menghadapi segala hal, iklas dalam
memberi, berusaha keras dan pantang menyerah untuk mendapatkan sesuatu.
Sekembalinya Irma dari dunia
kurcaci, Ia menjadi rajin belajar. Nilainya selalu ada peningkatan hingga
mencapai sempurna. Selain itu Irma juga merasa tentram dan damai. Ia tidak
perlu lagi menyembunyikan sesuatu dari siapapun juga. Banyak yang peduli
kepadanya. Karena itu ia selalu merasa senang dan gembira. Hanya satu hal yang
tidak pernah Ia berikan kepada siapapun juga, Cerita di dunia Kurcaci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar